Selamat Datang di Dunia olient_online

Selamat Datang di Dunia Mini olient_online

Selasa, 25 Juni 2013

Cerpen Mini


Ketika itu matahari hendak menjemput titik bayangnya. seorang mahasantri berjalan menuju kamar mandi dengan berkalung handuk lawasnya. sementara Pak Kiai mengobrol dengan kuli bangunan.
"man anta?ta'al!!!", Pak Kiai memanggil.
"na'am ustadz!", jawab mahasantri kebingungan sembari mereka-reka kesalahan.
"Tahmil al-minsafah!", pinta Pak Kiai. Si mahasantri berjalan menuju sumber suara.
"Limadza la tasta'mil al-minsafah ar-rosmiyyah? lazim an tasta'mil al-minsafah al-khodhro' al-jadidah", Pak Kiai mengintrogasi. sementara si mahasantri diam seribu kata kebingungan. "al-an irmi ilal qumamah!".
si mahasantri berjalan lunglai tanpa bisa menolak diikuti langkah Pak Kiai. "Pak tukang! ambil korek api!bakar handuknya!". dan korek api pun menyala. 
"wa anta, khudz al-manasif kullaha wa dho' fauqo an-nar!bis-sur'ah!".
dan api pun berkobar bersama adzan dzuhur yang menggema, membangunkan para mahasantri dari tidur siang seraya kebingungan karena semua handuk telah hilang.
dalam hati si mahasantri berkata "maaf kawan! semuanya telah jadi abu. itu lebih baik daripada saya, yang dipaksa membakar handuk saya sendiri".


Ciputat,menjelang dzuhur

Kamis, 18 April 2013

Cerpen 3: Obsesi Liar


Dimuat di TABLOIT INSTITUT edisi XXIV/April 2013

            Galang masih saja berkutat di depan komputer bututnya. Matanya tak henti-henti memandangi layar nan lusuh dan berdebu. Sementara jemarinya terus menempel di atas tuts-tuts keyboard hitam. Sesekali pandangannya mengarah ke kiri, ke kanan dan ke atas, menerawang arah fatamorgana. Ia terus memutar otak. Mencari kelemahan yang ada pada dirinya sehingga sesuatu yang ia citakan tak kunjung tercapai. Ia tak habis pikir dimana letak kekurangan dan kelemahannya?
Di sisi kirinya berdiri saksi bisu, setumpuk buku tentang kiat-kiat menjadi penulis novel dan cerita pendek. Tak kalah banyaknya, di sisi kanan puluhan buku antologi cerpen dari berbagai penulis. Sementara di rak berjejer karya-karya fenomenal novelis kenamaan dalam maupun luar negeri. Dari sampul buku tampak Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan Bumi Cintanya Habiburrahman El Shirazy. Di sebelahnya lagi berjilid-jilid Harry Potternya JK Rolling. Nampak juga dibawahnya novel kenamaan dunia seperti Dunia Shopie, The Da Vinci Code, Lord Of The Rings dan lain-lainnya. Sementara di paling ujung terlihat nama-nama novelis Indonesia sekaliber Asma Nadia, Helvi Tiana Rosa, Afifah Afra, Fahri Asiza, Dewi Dee Lestari, Ahmad Fuadi, Andrea Hirata dan Sequel Gajah Madanya Langit Kresna Haryadi. Serta berjubel novel-novel lainnya.
Jarum jam menunjuk angka empat pagi. Ini hari ketiga Galang tak keluar kamar sama sekali. Tiga hari pula ia lupa mandi. Hanya sesekali membasuh muka dan gosok gigi. Di bawah temaram lampu yang mulai meredup rambutnya tampak kusut tak terawat. Matanya merah antara kelelahan, kurang tidur dan terlalu lama memandangi monitor. Tidur terakhirnya adalah kemarin siang. Itupun tak lebih dari dua jam. Semata-mata untuk menghilangkan lelah. Bajunya kumal dan sedikit berbau peluh keringat.

Rabu, 27 Maret 2013

Rabu, 13 Maret 2013

Studi Hadis Hasan

PENDAHULUAN

Dilihat dari sudut pandang kualitas, hadis dapat diklasifikasikan menjadi hadis sahih, hasan, dan dha’if. Pembahasan tentang hadis hasan selalu bersinggungan dengan hadis sahih. Tidak hanya karena keduanya berstatus sebagai hadis maqbul, dapat diterima sebagai hujjah dan dalil agama, tetapi juga dilihat dari segi persyaratan dan kriteria-kriterianya yang hampir sama. Dari itu pula Imam Baiquni mendefinisikannya secara singkat dalam sebuah bait. Karena pendefinisiannya pun telah dipaparkan pada bait sebelumnya, yakni pada penjelasan hadis sahih. Hanya saja ada persyaratan hadis sahih yang tidak dimiliki oleh hadis hasan.
Para ulama memberikan definisi yang beragam mengenai hadis hasan. Perbedaan ini terletak pada lingkup takaran kriteria sebuah hadis dikatakan hasan. Ada yang mempersyaratkan sangat ketat penerimaan hadis, terutama di kalangan ushuliyyin. Ada pula yang mempermudah persyaratan hadis hasan. Hal ini tidak mengherankan bila memandang posisi hadis hasan yang mengambang diantara kriteria sahih dan dha’if. Maka wajar jika kriteria hasan menjadi relatif diantara kalangan muhaddisin. Ia tidak memiliki parameter yang pasti sebagaimana hadis sahih.
Sejarah mencatat bahwa hadis hasan pertama kali mencuat ke publik, terutama khalayak Muhaddisin, dibawa oleh Imam at-Tirmidzi melalui kitabnya, Sunan at-Tirmidzi. Buku tersebut sering menjadi sumber utama berkaitan dengan hadis hasan. Pada awal mula hadis dari segi kualitasnya hanya dua, yakni hadis sahih dan dha’if. Kemudian setelah mempertimbangkan cacat sedikit saja misalnya dhabith yang kurang sempurna (ghayr tamm) sedikit dimasukkan ke bagian dha’if, maka diambillah jalan tengah yaitu hadis hasan.
Pada realitanya hadis hasan lebih banyak beredar di kalangan pengkaji hadis. Sementara masyarakat kebanyakan hanya menerima hadis sahih atau menolak hadis dha’if. Terlebih kriterianya yang masih menjadi ikhtilaf di antara kalangan ulama.

Jumat, 15 Februari 2013

KH. Sya'roni Ahmadi; Penjaga Moral Kota Kretek


            Ribuan orang berbondong-bondong menuju gedung itu. Setelah menyelesaikan jama’ah shalat Maghrib, seakan tak mau ketinggalan, dengan berbekal sebuah buku catatan kecil aku bergegas mempercepat langkah. Karena luas gedung yang terbatas maka jama’ah pun mengular di jalanan. Aku berjejal-jejal mencari posisi agak depan. Sejenak kemudian kami para jama’ah berdiri memberi sambutan seraya melantunkan bait-bait “thola’al badru”. Seremonial itu berhenti ketika seseorang memasuki ruangan dan duduk paling depan menghadap kami.
Penuh wibawa beliau mengucap salam. Dengan sorot wajah yang teduh kemudian mengumandangkan tilawah beberapa ayat Al-Qur’an. Ujud dan umur yang telah renta menjadikan nafasnya tak kuat lagi melengkingkan suara panjang. Tapi tak mengurangi kefasihan dan kekhidmatan kami yang mendengarkan. Tilawah kini usai. Dilanjutkan pembacaan doa yang kuketahui di kemudian hari adalah “hizbun nashr”. Kami membaca bersama-sama dengan dipimpin oleh beliau. Pembacaan selesai dan dilanjutkan dengan pengajian inti.

Selasa, 12 Februari 2013

Dunia Sufi: Sebuah Seni Menata Hati

            Lafadz tasawwuf adalah bentuk masdar dari tasawwafa yatasawwafu tasawwuf. Secara etimologi ada banyak teori tentang akar dari kata tersebut. Diantaranya dari kata shafwa, berarti bersih (suci) atau shaffa’. Kemudian Shuffah, yaitu bangku di sebuah ruangan samping masjid Rasulullah di Madinah, dimana mereka yang tinggal disitu adalah orang-orang fakir yang meninggalkan dirinya dan terpisah dari keluarganya. Ada pula shaufanah, sebangsa buah-buahan kecil berbulu. Dan shaff, barisan dalam shalat.
Namun dari teori-teori tersebut mengerucut kepada sebuah devinisi secara terminologi, yakni pensucian diri atau hati. Di dalamnya mengandung makna, yakni upaya keras manusia untuk mempererat hubungan vertikal antara dirinya dengan sang Kholik (lebih jauh lagi). Dimensi hubungan itu berada di luar orbit lahiri, yakni mengambil tempat dalam dimensinya yang esoteris sesuai dengan sifat Tuhan sebagai Dzat yang Maha Ghaib dari segala yang ghaib. Karena Tuhan (Allah SWT) merupakan tujuan utamanya, maka segala hal yang berorientasi lahiri (duniawi) dielakkannya.

Jumat, 08 Februari 2013

NABAWI: Tongkat Estafet Dunia Layout


            Nyaris, semenjak mundur dari keanggotaan Majalah AMANAT Himpunan Siswa Mathali’ul Falah beberapa tahun lalu, aku tak lagi bersentuhan dengan dunia layout. Dunia tata letak dan desain per-buku-an yang menjadi pintu gerbang keorganisasianku ketika itu. Masih teringat aku menjejakkan kaki di Mathali’ul Falah baru empat bulan. Menyelami sendi-sendi kewibawaan Mathali’ul Falah pun belumlah sedalam. Lonceng istirahat berdenting. Seseorang memasuki kelas menempelkan selembar kertas. Kubaca. Pengumuman pelatihan jurnalistik akan diadakan selama tiga hari liburan catur wulan.
            Singkat cerita aku mengikuti pelatihan itu selama tiga hari. Mental, bakat dan imajinasi diuji dan digembleng sedemikian rupa. Pelatihan usai. Para peserta harus mem-follow up pelatihan itu dengan menerbitkan buletin magang bulanan. Dan inilah jabatan baruku. Layout: Ulin Nuha. Wah ini nggak bener, pikirku.

Kamis, 31 Januari 2013

Memulai Dengan Kerangka Tulisan (Sebuah Auto Kritik)


Pagi ini udara dingin sekali. Seperti biasa aktifitas pagi kusambut dengan muroja’ah hafalan Qur’anku. Namun entah mengapa pagi ini mood tak kunjung aku temui. Muroja’ah tersendat-sendat bak memulai hafalan baru. Kalau sudah begini mau dipaksa bagaimanapun akan sulit untuk mengingat hafalan-hafalan itu. Maka setelah menyelesaikan satu juz setengah aku putuskan untuk break dulu dari muroja’ah.
            Sementara jam dinding baru bergerak di angka enam tepat. Kucari-cari aktifitas lain sebagai pengganti. Mau makan juga masih terlalu dini. Kubuka netbook bututku. Netbook ala kadarnya teman hari-hariku. Mataku mengarah pada folder karya. Kubuka satu per satu. Folder artikel terdapat enam file menghuni daftar tunggu. Kemudian folder yang lain menggantung tiga cerpen yang tak kunjung purna. Sementara folder novelet dari dulu hanya baru dua judul. Masih belum jelas kapan yang lain akan menyusul.
            Hanya senyum datar sembari menggeleng-gelengkan kepala yang tampak dari ekspresiku. “ada apa dengan tulisanku?” benakku membatin. Bagaimana mau jadi penulis kalau begini-begini terus. Ini akunya yang malas atau kesibukan lain yang tidak bisa kutinggalkan? Atau ada faktor-faktor lain?
            Ku evaluasi satu per satu. Tulisan demi tulisan. Ada yang setengah jadi. Ada yang baru dua paragraf. Bahkan ada yang hanya baru judul. Kucoba untuk melanjutkan salah satu tulisanku. Tapi nggak bisa. Pikiran buntu. Wah, ini ada yang nggak beres dengan diriku. Atau ada yang nggak beres dengan yang aku tulis. Atau ada yang lain yang nggak beres?

Kamis, 24 Januari 2013

Meneladani Risalah Rahmatan Lil Alamin


            Peringatan maulid nabi dari tahun ke tahun selalu disambut dengan hingar bingar lantunan sholawat. Di akar rumput nuansa itu malah lebih nyaring lagi. Hal ini tidak lepas dari warisan dan peran para penyebar Islam di bumi pertiwi semisal Wali Songo. Juga mayoritas umat di pedesaan yang kebanyakan pengikut ormas Nahdlatul Ulama’. Siang dan malam ujung corong pengeras suara bersahut-sahutan. Surau dan masjid tak pernah sepi dari bacaan al barzanji, simtut duror, ad diba’i dan lain-lain. Semuanya bercerita tentang kisah dan pribadi agung Nabi Muhammad SAW, sang penyebar rahmat, pemberi syafa’at bagi umat.
            Di sisi yang berbeda, ada pula mereka yang memperdebatkan status hukum Islam tentang penyambutan Maulid Nabi seperti di atas. Ada yang mengharamkan, ada yang membolehkan dan ada pula yang berpendapat bahwa itu tidak disyari’atkan. Mereka yang mengharamkan berpegangan bahwa ritual semisal membaca al barzanji merupakan bid’ah yang mana tidak ada dalil yang memerintahkannya. Maka setiap bid’ah adalah sesat dan diharamkan. Sedangkan mereka yang membolehkan berpendapat bahwa itu merupakan bid’ah hasanah. Maka akan mendapat pahala bagi mereka yang menjalankannya.
            Penulis tidak akan menyentuh konteks perdebatan tersebut. Apapun itu, yang jelas dan gamblang dalam hadis Nabi ialah, ‘Allah akan membalas orang yang bersholawat kepada Nabi dengan sepuluh sholawat dan akan menjadikannya penduduk surga’. Berangkat dari situ, mari kita perbanyak bacaan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana Allah dan para malaikat juga bersholawat kepadanya. Semoga dengan itu kita mendapatkan syafa’at dari beliau dan diakui sebagai umatnya.
            Kiranya ada yang lebih penting dari itu semua. Peringatan maulid Nabi yang bergulir setiap tahun seyogyanya tidak hanya disambut dengan ritual dan bacaan sholawat belaka. Tetapi dibarengi minimal keinginan di sanubari setiap umat untuk meniru akhlak dan tingkah laku baginda Nabi sedikit demi sedikit. Tentu tidak harus sesempurna mungkin. Paling tidak kita ejawentahkan gaya hidup Nabi dalam kehidupan sehari-hari dari mulai hal yang paling sederhana.

Jumat, 11 Januari 2013

Menejemen Problem


            Dalam dinamika hidup sehari-hari, tentu kita tidak akan pernah bisa luput dari yang namanya masalah. Logikanya, semakin bertambah usia kita, semakin banyak dan beragam pula masalah yang mendera. Ketika masalah itu semakin banyak, maka semakin tangguh kita dalam menghadapinya.
            Hidup ibarat berselancar di laut samudera nan luas. Sementara problem atau masalah ibarat ombak. Tergantung kita mampu manaklukkannya atau justru digulung oleh kedahsyatannya? Masalah merupakan keniscayaan yang tak terbantah bagi setiap insan. Tak peduli orang baik atau buruk, beriman atau tidak. Jangan pernah berpikir ketika kita telah sungguh-sungguh beriman dan bertaqwa kepada-Nya serta berbuat baik kepada sesama maka akan dijauhkan dari ujian dan masalah. Allah Swt. telah mewanti-wanti dalam salah satu firman-Nya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut : 2). Kemudian apa tujuan dari itu? “(Dia) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al-Mulk : 2).
            Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus siap berjuang menghadapi masalah. Karena sebagaimana kata orang bijak, hidup ini masalah, maka orang yang merasa tak punya masalah, patut dicurigai bahwa orang itu bermasalah. Tanpa masalah masa depan tak akan cerah. Tanpa masalah hidup tak akan indah. Hanya orang-orang bijak dan sabar yang mampu mengarunginya. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqoroh : 155).
Orang-orang yang cerdas dan bijak akan menghadapi suatu masalah dengan lapang dada dan penuh penghayatan. Masalah dijadikan sebagai tantangan dan rintangan yang kelak menjadikannya semakin kuat dan tahan banting. Maka lihatlah kehidupan mereka yang indah dan menyenangkan. Karena, masalah dihadapinya dengan jantan dengan mendayagunakan logika akal dan tuntunan agama. Masalah besar mereka sederhanakan, sementara masalah kecil mereka tiadakan.

Selasa, 01 Januari 2013

Sebuah Perayaan Semu


            Dimana-mana tempat wisata dan alun-alun selalu menjadi primadona kala tahun baru menjelang. Semua orang berbondong-bondong meninggalkan aktivitasnya masing-masing. Meletakkan urusan-urusan yang meski mendesak. Mengorbankan tidur malam dan mimpi-mimpi indah yang hendak diraih kemudian hari. Tak tua, tak muda, terlebih remaja. Tak peduli dampak yang menyeruak esok hari. Meluapkan kegembiraan yang entah apa. Merayakan “Tahun Baru” yang gegap gempita, katanya.
            Semua tempat berhias diri. Jauh-jauh hari merancang berbagai arena. Menawarkan bermacam jajakan semewah-mewahnya. Mulai dari pagelaran, pertunjukan, sulap, hingga atraksi. Berlomba-lomba mendatangkan artis dan seniman ibukota. Tak peduli biaya yang dikeluarkan berapa. Yang penting tahun baru semarak dan gegap gempita, katanya.
            Kalau sudah demikian, semua pihak saling mencari keuntungan. Para sponsor bertebaran memberikan kontribusi dan menuntut kompensasi tentunya. Pihak seniman dan artis-artis menaikkan tarif setinggi-tingginya. Seakan tak mau ketinggalan, pedagang asongan ikut berjejal-jejalan, sekedar menawarkan terompet, air minum dan petasan. Sementara para pencuri dan pencopet berkeliaran memanfaatkan kesempatan dalam keramaian. Semua berkelindan hingga esok hari.
            Lalu apa akibatnya? Sudah pasti kemacetan memenuhi jalanan. Sampah-sampah menumpuk berserakan. Tindak pencurian dan pidana merajalela. Suasana gaduh dan tak terkendali. Aktifitas esok hari terbengkalai karena semua orang kelelahan setelah begadang semalaman. Semua orang terlupa dari memikirkan masa depan mereka.