Selamat Datang di Dunia olient_online

Selamat Datang di Dunia Mini olient_online

Selasa, 25 November 2014

Persiapkan Dirimu! (Menghafal al-Quran Part 1)


            Tidak dipungkiri lagi bahwa menghafal al-Quran adalah hal yang luar biasa. Kita dapat menemukan ribuan atau bahkan jutaan umat islam yang hafal al-Quran. Padahal, kitab ini tergolong besar dan surat-suratnya panjang. Kitab yang tersusun dalam 6.666 ayat, 114 surat, dan 30 juz menurut sebagian ulama ini sangatlah istimewa. Belum ada sebuah kitab – baik kitab samawi maupun yang bukan kitab samawi – di muka bumi ini yang dihafal oleh umat manusia sebagaimana mereka menghafal al-Quran.
            Lebih mencengangkan lagi, begitu banyak beragamnya tingkatan usia, suku dan bangsa dari kaum muslimin yang mampu menghafal al-Quran. Realita yang ada banyak dari anak-anak kecil di bawah usia sepuluh tahun, bahkan ada yang baru berumur tujuh tahun telah hafal al-Quran 30 juz. Inilah kenyataan yang terjadi. Padahal mereka tidak mengerti apa makna kalimat-kalimat yang mereka hafal itu.
            Kita juga sering melihat orang yang tidak dikaruniai nikmat penglihatan (buta), tetapi Allah swt karuniakan atasnya nikmat al-Quran. Meskipun mereka tidak dapat melihat kitab al-Quran, bahkan bentuk dan hurufnya pun mereka tidak mengetahui, tetapi Allah swt menganugerahkan nikmat menghafal al-Quran. Barangkali hafalan mereka lebih melekat dan lebih matang daripada orang-orang yang memiliki penglihatan sempurna.
            Lebih unik lagi, dapat kita jumpai kaum yang sama sekali tidak bisa berbicara dengan bahasa Arab, tetapi mereka mampu menghafal kitab yang berbahasa Arab ini. Bahkan mereka bisa membacanya secara tartil sebagaimana ia diturunkan, dengan bacaan yang bisa jadi lebih baik daripada bacaan orang-orang Arab sendiri, yang notabenenya berbicara bahasa Arab setiap hari.

           Semua ini mengisyaratkan bahwa kemudahan menghafal al-Quran merupakan salah satu bukti kekuasaannya. Allah swt berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
            Sarana penjagaan yang paling agung dan efektif terhadap klitab yang mulia ini ialah dengan dihafalkannya di hati sanubari umat muslimin. Sebab, hati merupakan tempat penyimpanan yang paling aman, terjamin, serta tak bisa dijangkau oleh musuh dan para pendengki.
            Allah swt menjamin kemudahan bagi mereka yang menghafal al-Quran, sebagaimana dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur'an untuk pelajaran (dihafal), maka adakah orang yang mengambil pelajaran (QS. Al-Qamar: 17)
Dari sini, benar kata salah seorang ustadz, “Menghafal al-Quran itu mudah. Cukup sehari satu ayat.” Kata ustadz yang lain, “Kita bisa mengajak anak-anak jalan-jalan keliling komplek sambil menghafal al-Quran. Atau sambil memasak ibu-ibu menghafal al-Quran.” Ada juga yang berkata demikian, “Cobalah waktu setelah subuh yang selama ini kita gunakan untuk tidur dimanfaatkan untuk menghafal. Nggak usah lama-lama. Cukup satu jam saja.”
            Di siaran televisi dan event-event yang lain, dewasa ini banyak bertebaran acara yang intinya mengajak menghafal al-Quran. Ada acara Indonesia Menghafal. Lalu ada juga One Day One Ayat. Kemudian ada yang hanya membaca al-Quran dengan tajuk One Day One Juz. Dan acara lain sebagainya.
            Dari satu sisi ini merupakan angin segar bagi dunia menghafal al-Quran. Dimana dulu dunia itu hanya terdengar di pesantren-pesantren tahfidz dan kurang mendapat perhatian. Sekarang hal itu telah membumi di Indonesia yang notebenenya berpenduduk muslim terbesar di dunia. Lebih jauh lagi, jika bulan ramadhan tiba, hampir semua mata umat islam tertuju pada acara hafiz di televisi yang menampilkan anak-anak berbakat yang telah hafal al-Quran sejak usia dini. Siapa orang tua yang tidak berkeinginan buah hatinya seperti mereka penghafal al-Quran?
            Menghafal al-Quran memang mudah sebagaimana statemen beberapa ustadz di atas. Tetapi hemat saya, kemudahan menghafalkannya tidak semudah perjalanannya. Ini merupakan proyek agung dan tanggung jawab besar. Kebesarannya sepadan dengan kemuliaan penghafalnya. Ketika baru menghafal satu juz dan baru berjalan seminggu atau sebulan mungkin semuanya terasa mudah. Tetapi al-Quran tidak hanya satu juz melainkan 30 juz. Terlebih ketika kita telah sampai pada fase antara mengingat yang telah dihafal serta menambah tabungan hafalan pada juz 20-an ke atas.
Namun, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Menghafal al-Quran merupakan kemuliaan dan penghargaan besar bagi kita. Penghafal al-Quran adalah pembawa bendera islam. Tidak ada yang lebih mulia selain ikut menjaga ayat-ayat-Nya. Insya Allah semua itu akan menjadi mudah dan lancar hingga purna jika dibarengi dengan metode, kunci, adab, serta sarana prasana yang lain dalam menghafal al-Quran.
            Sebelum memulai kegiatan menghafal al-Quran, seyogyanya penghafal memperhatikan hal-hal mendasar yang harus dipahami dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar apa yang dilakukannya nanti ketika menghafal berjalan dengan baik dan tidak sia-sia. Berikut beberapa hal mendasar yang harus dipersiapkan oleh seorang calon penghafal al-Quran.
         1. Mengikhlaskan Niat
Menata niat menjadi sangat penting sebelum terjun pada apa yang diniatkan. Menata niat atau tujuan menghafal al-Quran ternyata susah-susah gampang. Susah, lantaran tidak mudah menjawab apa sebenarnya dan seharusnya motif kita menghafalnya? Mudah, karena sangat banyak sekali alasan yang dapat dijadikan motif kita menghafal al-Quran.
            Tapi belum tentu juga. Suatu ketika saya pernah sowan ke ndalem (rumah) guru kami, KH. Nafi’ Abdillah Kejen-Pati. Beliau merupakan Kiai khas yang sangat istimewa bagi kami para santrinya. Ketika itu saya masih dalam masa-masa menghafal al-Quran di pesantren dan bermaksud meminta motivasi dan doa dari beliau agar diberi kemudahan.
            “Apa tujuanmu menghafal al-Quran?,” tiba-tiba sebuah pertanyaan meluncur dari ucapan beliau yang membuatku tercengang dan diam seribu bahasa. Aku tak bisa menjawab apa-apa. Karena, memang ternyata aku tidak tahu sebenarnya atas tujuan apa menghafal al-Quran? Apa sebenarnya dan seharusnya niat dan tujuan para penghafal al-Quran? Dan itu baru aku sadari ketika hampir khatam 30 juz menghafal al-Quran.
            “Apakah karena ingin pamer dan bangga telah hafal al-Quran? Atau agar di kuburan nanti mayatnya utuh dan tidak membusuk?” tuturnya melanjutkan, membuatku makin merunduk dan serasa diinterogasi. Jleb… Mulutku merapat tanpa suara, hatiku berdesir, pandanganku kosong, dan takut. Takut jangan-jangan selama ini aku salah menata niat dan tujuan menghafal al-Quran.
            Pada dasarnya, banyak tujuan yang bisa kita rujuk untuk mengungkapkan motif kita menghafal al-Quran. Tujuan-tujuan itu adalah baik selama tidak ada unsur sifat tercela di dalamnya. Toh, menghafal al-Quran itu perbuatan baik. Untuk itu saya mencoba melakukan survey sederhana kepada beberapa penghafal al-Quran. Apa yang menjadi alasan mereka menghafal al-Quran?
            “Awalnya itu (alasan menghafal al-Quran) terlontar dari lisan Ummi (Ibu) ketika saya masih duduk di bangku kelas empat MI,” tutur Isna Rahmah Sholihatin, salah seorang penghafal al-Quran dari Lampung.
Benar. Kebanyakan mereka yang menghafal al-Quran dari kecil berawal dari dorongan dan keinginan orang tua. Mereka belum mengerti apa tujuan sebenarnya dari menghafal al-Quran. Mereka hanya menuruti apa yang diinginkan oleh orang tua mereka. Tidak lebih. Ini pula yang diungkapkan oleh Nur Atiqah, penghafal dari Kediri, dan Hikmiyah, penghafal dari Gresik.
“Ketika saya telah duduk di bangku sekolah menengah, barulah timbul motivasi dari diri sendiri. Saya berfikir betapa beruntungnya orang yang menghafal al-Quran. Dan saya ingin itu,” tutur Isna.
Sementara itu tujuan berbeda disampaikan oleh Azmi Hasyim Ali, penghafal dari Pemalang yang berhasil menyelesaikan hafalan al-Quran disela-sela aktifitasnya sebagai mahasiswa. “Ingin lebih dekat dengan Allah, mengharapkan ridho-Nya, dan ingin ikut berpartisipasi menjaga al-Quran dengan cara membaca serta menghafalnya setiap hari,” ungkap Azmi.
Jawaban sederhana tapi syarat makna diutarakan oleh M. Faidur Rahman, penghafal al-Quran dari Kajen-Pati. Dia menyitir sebuah ayat:
اقْرَأْ كِتابَكَ كَفى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيباً
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisap terhadapmu". (QS. Al-Isra’: 14)
            Sekilas memang sederhana apa yang dilontarkan oleh Faidur Rahman. Hanya karena ada perintah membaca al-Quran, sebagaimana arti ayat di atas. Tapi kalau ditelusuri lebih lanjut kandungan ayat tersebut bisa lebih dalam lagi maksudnya.
            Faidur Rahman berasal dari keluarga penghafal al-Quran. Dari delapan saudaranya hanya dua yang belum menyelesaikan hafalan al-Quran 30 juz. Ketika ditanya apa motivasi orang tua mengkader huffadz anak-anaknya, ia menjawab, “Itu semua demi kepentingan masa depan kami dan kepentingan Abah dan Ibu tentunya, lebih-lebih untuk kehidupan akhirat nanti.”
            Sebenarnya ada banyak niat atau tujuan yang dapat ditanamkan oleh para penghafal al-Quran. Seperti berniat memperbanyak bacaan al-Quran, melaksanakan qiyamul lail (shalat Tahajjud) dengan hafalannya, memperoleh kemuliaan sebagai seorang hafiz al-Quran di sisi Allah, agar kedua orang tua kita dikenakan mahkota kemuliaan pada hari kiamat kelak, serta niat dan tujuan lainnya. Sesederhana apapun niat itu jika tujuannya baik maka tidak ada balasan selain kebaikan pula.
            Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw pernah berpesan:
“Pelajarilah al-Quran dan memohonlah surga kepada Allah swt sebagai balasannya, sebelum datang suatu kaum yang mempelajari al-Quran dengan maksud untuk meminta materi duniawi sebagai imbalannya. Sesungguhnya al-Quran itu dipelajari oleh tiga macam golongan: (1) orang yang berbangga dengannya; (2) orang yang mencari makan dengannya; dan (3) orang yang membacanya karena Allah swt.” (HR. Hakim)
           2. Meneguhkan Tekad
Menghafal al-Quran adalah tugas yang agung dan besar. Tekad yang kuat dan bulan menjadi syarat utama bagi mereka yang ingin meraihnya. Tidak ada yang sanggup melakukannya selain ulul azmi, yakni orang-orang yang bertekad kuat dibarengi dengan keinginan yang bulat. Orang-orang yang sangat antusias dan berobsesi merealisasikan apa saja yang telah ia niatkan dan menyegerakannya sekuat tenaga.
Tekad ini menjadi lanjutan dari niat yang tulus sebagaimana telah dipaparkan di atas. Niat yang tulus tanpa adanya tindak lanjut berupa tekad yang sungguh hasilnya akan nihil. Sebab, tekad inilah nanti yang akan menggerakkan seluruh daya upaya, jiwa dan raga dalam memperoleh cita-cita yang diinginkan.
Sebenarnya, setiap muslim memiliki keinginan untuk menghafal al-Quran. Namun, berapa banyak dari mereka yang kemudian benar-benar membulatkan tekad untuk mewujudkannya? Di sinilah peran tekad yang menuntut kesungguhan (mujahadah). Tidak cukup hanya berhenti pada sebatas keinginan. Dibutuhkan kemauan dan kehendak yang kuat untuk melakukan tugas suci ini. 
Yang paling penting dari tekad ini ialah kesinambungan dari memulai menghafal hingga purna. Jangan biarkan hawa nafsu menggembosi tekad kuat ini di tengah proses, sehingga cita-cita suci ini menjadi stagnan atau bahkan berhenti di tengah jalan. Maka yang harus dilakukan ialah memupuknya setiap waktu.
Tekad ini dapat direalisasikan misalnya dengan menyempatkan diri untuk menghafalkan al-Quran. Tiada hari berlalu, melainkan ia akan menyempatkan diri untuk menghafal dan mematangkan hafalan sebelumnya. Dengan tekad kuat seperti inilah seseorang benar-benar akan menjadi penghafal al-Quran dengan baik.
Orang yang mengharap kepada Allah swt supaya ia hafal al-Quran, tetapi tanpa dibarengi tekad yang kuat dengan melakukan tindakan nyata hanyalah orang yang lemah dan berandai-andai. Karena itu, begitu anda selesai membaca buku ini, segeralah untuk menghafal.
Jangan menunda-nunda pekerjaan hari ini hingga hari esok. Jangan sekali-kali anda berkata, “Nanti, besok.” Sebab, banyak kesempatan amal saleh yang hilang sia-sia karena seseorang mengatakan, “Saya akan mengerjakannya besok atau besoknya lagi, atau setelah saya selesai melakukan ini dan itu.”
Mulailah sekarang juga! Ajak seluruh anggota keluarga untuk menghafal al-Quran. Serta jadilah diri anda orang yang memiliki tekad yang kuat dan bulat.
3. Menguasai Ilmu Tajwid
Tajwid merupakan komponen terpenting dalam membaca al-Quran. Dalam salah satu ayat Allah swt menyeru agar kita membaca al-Quran secara tartil.
وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلاً
Dan bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al-Muzammil: 4)
Tartil bisa diartikan dengan tajwid, yaitu membaguskan bacaan dengan memberikan hak-hak bagi setiap huruf baik dari segi makhraj (tempat keluar)nya maupun sifatnya. Hukum men-tajwid-kan bacaan al-Quran adalah wajib. Dalam sebuah syair Imam al-Jazari berkata:
وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيدِ حَتْمٌ لاَزِمُ # مَنْ لَمْ يُجَوِّدِ الْقُرَآنَ آثِمُ
Menggunakan tajwid hukumnya wajib
Siapa yang tidak mentajwidkan (bacaan) al-Qurannya dia berdosa
Ilmu tajwid tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang menghafal al-Quran saja melainkan semua orang yang ingin membaca al-Quran. Allah swt menghendaki agar kita membaca al-Quran sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Beliau juga mengajarkannya kepada para sahabat sebagaimana apa yang beliau dengar dari malaikat Jibril as. Ilmu yang sangat agung ini senantiasa diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga sekarang.
Ilmu tajwid seyogyanya diajarkan kepada anak-anak kita sejak usia dini. Sebab, sangat sulit memperbaiki bacaan yang terlanjur dihafal, apalagi jika hafalannya telah kuat dan matang. Sekiranya bacaan mereka salah, hafalannya akan terus berlanjut dalam kesalahan. Maka alangkah baiknya jika anak kita telah menguasai ilmu tajwid dan membenarkan bacaannya sebelum memulai menghafal al-Quran. Kalaupun tidak bisa, setidaknya mereka menghafal al-Quran sembari membetulkan bacaan tajwid.
Menguasai ilmu tajwid akan membantu dan mempermudah dalam menghafal al-Quran. Karena, tajwid sendiri memiliki keunikan dan menjadi penghias bacaan yang akan menjadikannya mudah di terima oleh otak dan hati. Sehingga hafalan tersebut menjadi mudah dan terpatri kuat dalam ingatan. Hal ini sesuai dengan teori memori yang disepakati dalam dunia psikologi kognitif, bahwa memori akan bertahan kuat dalam pikiran manusia, jika didalamnya terdapat faktor-faktor yang menarik, berkesan, unik, dan tidak monoton.
Orang yang menghafal al-Quran dengan ilmu tajwid yang baik dan benar dijanjikan akan memperoleh pahala yang besar dari Allah swt. Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang mahir (membaca) al-Quran akan dikumpulkan bersama para utusan yang mulia dan agung. Dan orang yang membaca al-Quran dengan tersendat-sendat, dan ia merasa kesulitan (dalam membacanya) akan memperoleh dua pahala.” (HR. Bukhari-Muslim)
            Imam al-Nawawi mengatakan, “Maksud dari mahir (membaca) al-Quran adalah orang yang benar-benar fasih dan hafalannya sempurna. Para utusan adalah utusan-utusan Allah swt, baik berupa malaikat maupun manusia, dan keduanya sangat mulia.”
            Yang perlu menjadi catatan penting di sini, bahwa mempelajari kaidah-kaidah tajwid harus melalui talaqqi (berguru secara langsung) dari seorang yang benar-benar menguasai ilmu tajwid secara baik dan benar. Tidak dibenarkan mempelajarinya hanya dengan menggunakan buku-buku dan kaset. Yang pertama kali harus dilakukan adalah belajar dan mendengarkannya dari seorang guru. Selanjutnya, ia bisa memanfaatkan buku-buku dan kaset sebagai sarana pendukung.
           4. Memilih Waktu dan Tempat yang Tepat
Disadari atau tidak, pemilihan waktu yang tepat untuk menghafal al-Quran juga turut membantu dan mempermudah dalam proses penghafalan. Jangan memaksakan diri menghafal dalam suasana yang tidak nyaman. Apalagi dalam keadaan sempit, tidak konsentrasi, tertekan, jenuh, dan sebagainya. Hendaklah memilih waktu yang kondusif dan pastikan jiwa serta raga dalam keadaan yang mendukung pula.
Ada banyak waktu yang ideal bagi penghafal al-Quran, dimana dia dapat memaksimalkan waktu tersebut untuk menghafal. Di antara waktu tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Dr. Yahya al-Ghautsani, adalah waktu Sahur dan setelah salat Subuh. Hal ini didasarkan pada pengalaman beliau sendiri dalam menghafal al-Quran serta nasihat para ulama, seperti al-Khatib al-Baghdadi dan lain-lain.
Pada dasarnya, pemilihan waktu dalam menghafal al-Quran sifatnya kondisional. Kita bisa memilih waktu pagi, siang, malam, sebelum atau sesuadah tidur. Yang terpenting adalah kondusifitas waktu tersebut. Sedangkan kondusifitas tersebut sangat dipengaruhi oleh kegiatan masing-masing orang. Terlebih bagi penghafal yang juga memiliki tanggung jawab aktifitas lain. Maka harus pintar memilih-milah waktu yang terbaik baginya. Terutama waktu setelah shalat lima waktu menjadi waktu yang tepat. Tapi kembali lagi bahwa waktu sebelum dan setelah Subuh menjadi sangat favorit. Saya jadi teringat ucapan ayah.
“Setelah semalaman jiwa dan raga tertidur dan istirahat, maka alangkah baiknya jika yang pertama kali diucapkan setelah tidur adalah ayat-ayat Allah. Dengan membaca al-Quran pikiran kalian akan cerah dan mendapatkan sinar al-Quran. Ketika sinar tersebut telah merasuk ke dalam hati dan pikiran kalian maka aktifitas yang akan dijalani pada hari itu pun menjadi positif.”
Yang juga turut membantu dalam proses penghafalan al-Quran adalah pemilihan tempat. Pastikan tempat yang kita pilih adalah tempat yang hening, jauh dari kebisingan, serta terhindar dari pemandangan-pemandangan yang mengganggu konsentrasi. Memang ada juga orang yang justru merasa enjoy di tempat yang sedikit ramai. Ia merasa tempat yang seperti itu membantunya dalam menghafal.
Tentu saja tempat yang paling ideal untuk menghafal adalah masjid atau musholla. Sebab, di tempat inilah mata, telinga, dan hati kita bisa lebih terjaga. Masjid adalah rumah Allah yang mulia, sehingga ideal untuk dijadikan tempat membaca dan menghafal kitab-Nya.
Tempat yang juga dapat memotivasi penghafal adalah halaqah-halaqah tahfiz. Dalam hal ini pesantren tahfiz menjadi bagian dari itu. Dengan berkumpul bersama para penghafal yang lain kita akan terpacu dan terpicu semangat kita untuk berlomba-lomba dalam menghafal al-Quran. Meskipun pada praktik menghafalnya mungkin kita menyendiri. Tapi dengan banyaknya teman para penghafal kita dapat saling sharing, bertukar pendapat dan solusi dalam proses penghafalan.
5. Gunakan Satu Jenis Mushaf
Mushaf yang beredar di sekeliling kita tergolong sangat banyak. Meskipun ada mushaf yang resmi diterbitkan oleh kementerian agama, namun masih banyak terdapat mushaf yang diterbitkan oleh penerbit lain dan tersebar di berbagai daerah. Belum lagi khath dan ukuran yang bervariasi, sekalipun sama-sama dengan standar rasm utsmani.
Ada mushaf yang setiap halamannya berjumlah lima belas baris dan ada pula yang delapan belas baris. Konsekuensinya, permulaan dan akhir ayat di masing-masing halaman pun akan berbeda, berikut letak surat-suratnya. Karena itulah, perlu memilih satu jenis mushaf untuk dijadikan pegangan menghafal agar tidak kesulitan dan kebingungan.
Dari sekian jenis varian, mushaf yang direkomendasikan untuk dijadikan sebagai mushaf hafalan adalah mushaf pojok. Yaitu mushaf yang di setiap halamannya berakhir penulisan ayat. Artinya tidak ada ayat yang bersambung ke halaman berikutnya. Sedangkan mushaf paling ideal untuk dijadikan mushaf hafalan ini adalah mushaf yang setiap halamannya berisi lima belas baris, dan setiap juznya berisi dua puluh halaman, kecuali juz pertama (21 halaman) dan juz terakhir (23 halaman). Total halaman mushaf ini adalah 604 halaman.
Silakan memilih jenis terbitan mushaf mana saja yang anda suka. Yang penting kriterianya sesuai dengan apa yang telah disebutkan di atas. Dulu, saya sering memakai mushaf terbitan Menara Kudus. Selain memang dianjurkan di pesantren-pesantren tahfiz Kudus, juga karena saya telah terbiasa dengan mushaf tersebut. Tapi, itu semua kembali kepada pribadi masing-masing.
Kemudian, silakan juga memiliki banyak ukuran mushaf. Namun harus satu standar, yaitu mushaf pojok dengan format layout yang sama. Ukuran boleh beda, namun khath dan layout-nya harus tetap sama. Jangan lupa juga meletakkan banyak mushaf di banyak tempat. Di mobil, di ruang kerja, di sekolah, dan tempat-tempat lainnya. Belakangan, banyak model handphone yang bisa diisi aplikasi al-Quran digital. Tentu ini akan lebih mempermudah kita dalam menghafal. Cukup buka aplikasi tersebut maka anda dapat menghafal di mana saja berada. Tapi hemat saya mushaf dalam bentuk cetakan lebih praktis dan mempermudah.
6. Berdoa
Manusia adalah makhluk yang lemah. Tidak ada daya dan kekuatan baginya kecuali karena bantuan dan pertolongan dari Allah swt. Karenanya, hendaklah para penghafal al-Quran senantiasa berdoa kepada-Nya agar diberi kemudahan dalam menjalani tugas yang mulia ini. Memohon kepada-Nya agar menjadikan amalan dan kegiatan ini ikhlas semata-mata karena mencari ridha-Nya.
Allah swt menyatakan bahwa Dia dekat kepada hamba-hamba-Nya yang meminta. Dia akan mengabulkan doa-doa hamba-Nya yang mau meminta. Maka berusahalah menjadi sebenar-benarnya hamba yang senantiasa menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
Untuk itu, pandai-pandailah mengejar waktu-waktu yang tepat dalam berdoa, dimana Allah swt menjanjikan dikabulkannya doa pada waktu tersebut. Di antaranya adalah pada waktu akhir malam (waktu sahur), usai menjalankan shalat fardhu, waktu antara adzan dan iqamah, sepuluh malam terakhir bulan ramadan, dan lain sebagainya.
Ketika kecil, ayah sering mengajari kami sebuah doa yang biasa kami baca setelah membaca atau menghafal al-Quran:
اَللَّهُمَّ ارْحَمْنَا بِالْقُرْأَنِ وَاجْعَلْهُ لَنَا إِمَامًا وَنُوْرًا وَهُدًى وَرَحْمَةً اَللَّهُمَّ ذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نُسِيْنَا وَعَلِّمْنَا مِنْهُ مَا جَهِلْنَا وَارْزُقْنَا تِلَاوَتَهُ أَنَاءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ وَاجْعَلْهُ لَنَا حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
“Ya Allah, rahmatilah kami dengan al-Quran. Jadikanlah dia imam, cahaya, petunjuk, dan rahmat bagi kami. Ya Allah, ingatkanlah apa-apa yang kami lupa dari al-Quran dan ajarkanlah apa-apa yang tidak kami ketahui darinya, dan rizkikanlah kami untuk membacanya di tengah malah dan penghujung siang, dan jadikanlah ia sebagai pedoman bagi kami wahai Tuhan semesta alam.”

Tidak ada komentar :