Peringatan
maulid nabi dari tahun ke tahun selalu disambut dengan hingar bingar lantunan
sholawat. Di akar rumput nuansa itu malah lebih nyaring lagi. Hal ini tidak
lepas dari warisan dan peran para penyebar Islam di bumi pertiwi semisal Wali
Songo. Juga mayoritas umat di pedesaan yang kebanyakan pengikut ormas Nahdlatul
Ulama’. Siang dan malam ujung corong pengeras suara bersahut-sahutan. Surau dan
masjid tak pernah sepi dari bacaan al barzanji, simtut duror, ad diba’i dan
lain-lain. Semuanya bercerita tentang kisah dan pribadi agung Nabi Muhammad
SAW, sang penyebar rahmat, pemberi syafa’at bagi umat.
Di sisi
yang berbeda, ada pula mereka yang memperdebatkan status hukum Islam tentang
penyambutan Maulid Nabi seperti di atas. Ada yang mengharamkan, ada yang
membolehkan dan ada pula yang berpendapat bahwa itu tidak disyari’atkan. Mereka
yang mengharamkan berpegangan bahwa ritual semisal membaca al barzanji
merupakan bid’ah yang mana tidak ada dalil yang memerintahkannya. Maka setiap
bid’ah adalah sesat dan diharamkan. Sedangkan mereka yang membolehkan
berpendapat bahwa itu merupakan bid’ah hasanah. Maka akan mendapat pahala bagi
mereka yang menjalankannya.
Penulis
tidak akan menyentuh konteks perdebatan tersebut. Apapun itu, yang jelas dan
gamblang dalam hadis Nabi ialah, ‘Allah akan membalas orang yang bersholawat
kepada Nabi dengan sepuluh sholawat dan akan menjadikannya penduduk surga’.
Berangkat dari situ, mari kita perbanyak bacaan sholawat kepada Nabi Muhammad
SAW sebagaimana Allah dan para malaikat juga bersholawat kepadanya. Semoga
dengan itu kita mendapatkan syafa’at dari beliau dan diakui sebagai umatnya.
Kiranya
ada yang lebih penting dari itu semua. Peringatan maulid Nabi yang bergulir
setiap tahun seyogyanya tidak hanya disambut dengan ritual dan bacaan sholawat
belaka. Tetapi dibarengi minimal keinginan di sanubari setiap umat untuk meniru
akhlak dan tingkah laku baginda Nabi sedikit demi sedikit. Tentu tidak harus
sesempurna mungkin. Paling tidak kita ejawentahkan gaya hidup Nabi dalam
kehidupan sehari-hari dari mulai hal yang paling sederhana.
Membincang tentang pribadi nabi Muhammad SAW rasanya tidak akan habis digoreskan dalam seribu bahasa dan tinta. Perilakunya tidak akan mampu tergambarkan dalam seribu judul dan kisah. Teladannya tidak akan lekang tergerus zaman dan sejarah. Kisah dan teladannya akan selalu subur dan harum semerbak melintasi ruang dan waktu yang berabad-abad lamanya. Menjadi panutan bagi siapa saja yang mengetahuinya. Perilakunya terjaga dari dosa. Sabdanya wahyu Allah, Tuhan semesta. Akhlaknya Al-Qur’an yang tak ada keraguan padanya. Sebegitu sempurnanya Nabi Muhammad SAW bagi kita. Pribadinya yang anggun bak oase di tengah-tengah padang sahara. Maka tidak berlebihan jika sebuah sya’ir arab mendendangkannya dalam lantunan indah:
Engkau matahari
Engkau rembulan
purnama
Engkau cahaya
di atas cahaya
Engkau pelita hati
Nabi Muhammad SAW merupakan
seorang rosul dari kaum Quraisy. Beliau merupakan nabi terakhir yang diutus
Allah ke bumi untuk menyempurnakan akhlaqul karimah. Beliau datang membawa
sebuah risalah bagi seluruh umat manusia. Sebagaimana termaktub dalam sebuah
ayat:
“Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS.
Al Anbiya’: 107).
Kata
rahmat merupakan bentuk masdar dari kata rahima. Secara umum rahmat bisa diartikan sebagai kebaikan
dan nikmat. Ada pula yang memaknainya dengan anugerah, cinta dan kasih sayang.
Maka kedatangan Nabi Muhammad SAW bisa diilustrasikan sebagai anugerah dan nikmat
bagi umat manusia. Atau sebagai utusan yang mengemban amanat untuk menyampaikan
syari’at Islam dengan cinta dan kasih sayang.
Sedangkan kata al alamin memiliki banyak perspektif di kalangan
mufassir. Namun mayoritas dari mereka mengerucut pada sebuah penafsiran bahwa alam semesta secara umum
mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Kemanfaatan yang
dimaksudkan disini memiliki makna yang berbeda untuk subjek yang berbeda. Untuk
orang mukmin yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan dan kebahagiaan di
dunia dan akhirat sekaligus. Akan tetapi untuk orang kafir hanya di dunia
belaka. Rahmat yang mereka peroleh ialah diakhirkannya adzab yang pedih di
akhirat kelak.
Islam
adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini
dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir
menolaknya. Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi
mereka, namun mereka enggan menerima. Sebagaimana jika dikatakan ‘Ini adalah
obat bagi si fulan yang sakit’. Andaikan fulan tidak meminumnya, obat tersebut
tetaplah dikatakan obat”.
Akan tetapi Sya’rowi mempunyai
penafsiran yang berbeda. Rosul-rosul terdahulu di utus Allah SWT untuk rentang
waktu yang terbatas dan untuk kaum yang sudah nyata keberadaannya. Sedangkan
risalah Nabi Muhammad SAW datang sebagai rahmat bagi semesta alam secara
keseluruhan. Karenanya risalah tersebut harus mencakup dan mampu menjawab
dinamika kehidupan yang tidak terbatas. Ia harus mampu menjadi pegangan bagi
kaum semasanya dan kaum setelahnya sampai hari kiamat.
Lebih
lanjut Sya’rowi memaknai lafadz al alamin secara lebih luas. Yakni segala
sesuatu selain Allah SWT
atau segala makhluk di dunia ini. Meliputi alam malaikat, alam jin,
alam manusia, alam
benda-benda mati, alam hewan,
alam tumbuh-tumbuhan dan alam-alam lain. Nabi Muhammad SAW datang sebagai
rahmat dan penebar kasih sayang bagi makhluk-makhluk tersebut. Lantas bagaimana
risalah itu bisa menjadi rahmat bagi mereka? Coba kita uraikan bersama.
Pertama,
rahmat
bagi alam malaikat. Sebagaimana kita tahu bahwa para malaikat mendapat
pengakuan dan apreasi dengan diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Malaikat Jibril yang paling beruntung karena mendapat mandat untuk menyampaikan
Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu Jibril juga mendapat kehormatan
mengantar Rasulullah sampai Sidrotul Muntaha pada peristiwa Isra’ Mi’raj yang
sangat fenomenal. Jibril menjadi guru pribadinya Rasulullah yang selalu
menemaninya kala suka maupun duka, susah juga senang. Kemudian dari ayat
Al-Qur’an pula terdapat penjelasan dan pengakuan bahwa para malaikat merupakan
makhluk yang senantiasa taat kepada Allah. Sebagaimana termaktub dalam petikan
ayat,
“Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At
Tahrim: 6).
Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa para malaikat juga mendapatkan rahmat dengan turunnya Al-Qur’an.
Sedangkan Al-Qur’an diturunkan karena diutusnya
Nabi Muhammad SAW.
Kedua,
rahmat
bagi alam jin. Setiap pribadi muslim wajib mempercayai adanya alam ghaib. Alam
ghaib adalah
alam yang tidak bisa dirasakan dengan panca indra. Ia memiliki dimensi
tersendiri dan hukum tersendiri yang tidak sama dengan alam manusia. Jin
termasuk salah satu penduduk alam ghaib. Berbeda dengan manusia, jin dapat melihat
manusia dengan panca indera mereka. Hanya orang-orang yang diberi keistimewaan
oleh Allah yang dapat melihat dan masuk ke alam jin. Pada sudut akal dan
sifatnya sama seperti manusia, mereka (jin) juga memiliki nafsu, berbeda dengan
malaikat yang tidak memilikinya.
Karena jin diciptakan dengan akal dan nafsu maka terdapat kemungkinan dari
golongan jin tersebut untuk berbuat baik dan juga untuk berbuat kemungkaran.
Sedangkan perbedaan dasar jin dengan manusia yaitu pada asal mula
penciptaannya. Oleh sebab manusia diciptakan oleh Allah dari tanah maka manusia
dapat terlihat, sedangkan jin diciptakan oleh Allah dari api, maka jin tidak
dapat tetrlihat. Mereka dinamakan jin yang berarti tidak kasat mata atau samar.
Kendati demikian, terdapat kesamaan antara jin dan manusia,
yaitu diciptakan hanya untuk menyembah-Nya. Karenanya, jin juga ditaklif untuk
beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Disinilah keberadaan Nabi Muhammad
SAW yang menjadi rahmat bagi alam jin. Bahkan dalam Al-Qur’an terdapat surat
Al-Jin sebagai pengukuhan akan eksistensi para jin. Coba kita jelaskan ayat
pertama dan kedua dari surat tersebut:
”Katakanlah
(hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan
sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya Kami telah
mendengarkan Al Quran yang menakjubkan * (yang) memberi petunjuk kapada jalan
yang benar, lalu Kami beriman kepadanya. dan Kami sekali-kali tidak akan
mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan Kami”
(Al-Jin: 1-2).
Dari ayat tersebut jelas
bahwa diutusnya Nabi Muhammad SAW yang menerima wahyu berupa Al-Qur’an, menjadi
rahmat dengan dibukanya pintu hidayah bagi para jin hanya karena mendengar
bunyi sebagian ayat. Bahkan mereka dibuat takjub dengan keindahan susunan
bahasa dan kedalaman maknanya yang berbeda dengan kitab-kitab samawi
sebelumnya. Sehingga mereka berkesimpulan bahwa Al-Qur’an bukanlah buatan
manusia melainkan wahyu Allah yang menunjukkan kepada jalan kebenaran yaitu
tauhid. Maka dari itu mereka berikrar iman kepada Allah dan tidak akan
menyekutukannya lagi.
Ketiga, rahmat
bagi alam benda mati. Hal ini tercermin dalam banyak hadis tentang kasih sayang
Rosul terhadap benda-benda mati. Sebagaimana hadis tentang Rosul memerintahkan
kepada kita untuk menyingkirkan sesuatu yang membahayakan dari jalanan. Kalau
kita bawa dalam konteks kekinian bisa digambarkan misalnya dengan menyingkirkan
batu atau paku yang bertebaran di jalan raya. Maka sebenarnya jika kita amati
lebih dalam kita telah melakukan dua hal. Pertama menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Yaitu dengan memindahkan batu atau paku dari tempat yang bukan
selayaknya di tengah jalan. Di situlah letak rahmat tersebut. Kedua
menghindarkan para pengguna jalan agar tidak terkena sesuatu yang membahayakan.
Sesungguhnya benda mati
jika telah dimuliakan oleh Allah SWT, maka
makhluk lain seperti manusia akan tunduk. Seperti Hajar Aswad yang
mendapat kemuliaan
di sisi
Allah. Hajar aswad hanyalah batu biasa berwarna hitam yang tidak ada
keistimewaan. Oleh karena
Nabi Muhammad SAW mengecupnya, maka seluruh umat Islam dari penjuru dunia pun
berkeinginan untuk mengikutinya. Demikianlah sebagian contoh rahmat Nabi
Muhammad bagi alam benda mati.
Keempat, rahmat bagi alam binatang. Dalam
sebuah hadis dikatakan, “Tidak ada seorang muslim yang menanam tanaman atau
pepohonan kemudian dimakan burung, manusia atau binatang ternak kecuali itu
menjadi sedekah baginya”. Dalam hadis yang lain diceritakan bahwa pada hari
qiyamat kelak akan ada seorang wanita yang masuk neraka karena telah mengurung
dan menahan seekor kucing. Wanita
tersebut
tidak memberinya makan dan minum. Diceritakan pula bahwa kelak
ada seorang lelaki yang masuk surga karena telah memberi minum anjing yang
sedang menjulurkan lidahnya ke tanah yang lembab karena kehausan. Pada intinya
Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menebarkan kasih sayang kepada semua
makhluk, terlebih kepada hewan. Wujud kasih sayang yang lain ialah ketika
menyembelih hewan misalnya. Dalam fikih dijelaskan bahwa termasuk syarat-syarat
menyembelih hewan ialah pisaunya harus tajam, jalur nafas, makan dan minumnya
terputus, serta dibacakan asma Allah. Hal ini dimaksudkan agar hewan yang kita
sembelih segera mati dan tidak mengalami ketersiksaan berkepanjangan ketika
sakaratul maut, juga dagingnya pun menjadi halal. Sehingga nantinya saripati
dari hewan tersebut akan melebur ke seleruh sel-sel anggota badan dan berbuah
pada tindakan yang baik
pula.
Kelima, rahmat
bagi alam tumbuh-tumbuhan.
Kiranya banyak sekali ajaran-ajaran Rosul akan pentingnya memelihara
tumbuh-tumbuhan. Bagaimana Rosul juga menganjurkan kepada umat untuk ramah pada
lingkungan. Dalam banyak ayat Allah menyerukan untuk bersyukur atas nikmat
berupa air. Betapa mengagumkannya air hujan yang turun dari langit membasahi
bumi, yang kemudian dari air itu tumbuh tanaman dan buah-buahan yang berbeda
warna dan rasa. Padahal sumber airnya hanya satu. Maka sebagai wujud syukur
kepada-Nya kita hendaknya menjaga ekosistem yang ada di bumi ini. Toh itu juga
untuk kebaikan manusia. Karena sesungguhnya apa-apa yang ada di langit dan bumi
itu bertasbih kepada-Nya. Hanya saja kita tidak memahaminya. Tentunya kita masih
ingat sebuah hadis tentang pelepah kurma yang meringankan siksa kubur seorang
provokator dan seorang yang bersuci tidak tuntas. Bukankah itu bukti rahmat
Allah SWT bagi tumbuh-tumbuhan?
Keenam, rahmat bagi alam manusia. Rosul adalah tauladan paling
sempurna bagi umat manusia. Banyak ajaran-ajaran beliau tentang bagaimana semestinya
kita bergaul dengan sesama. Bagaimana kita bertoleransi dengan orang yang
kepercayaannya berbeda. Bagaimana seharusnya berdagang, bertani, berperang,
beragama dan bermasyarakat. Bagaimana beliau mencontohkan tentang kasih sayang,
beretika mulia dan tanpa dendam terhadap sesama. Bahkan terhadap orang kafir
sekalipun. Kita masih ingat tentang kisah seorang buta kafir yang mencacai
maki, mengejek dan menyumpah serapah beliau setiap waktu. Kendati demikian
beliau tidak pernah punya rasa benci dan dendam secuilpun. Bahkan beliau justru
memberinya makan setiap hari dan mengantarnya sendiri.
Penulis jadi
teringat dawuhnya KH. Sya’roni Ahmadi Kudus. Beliau sering bercerita
disela-sela pengajian Tafsir bahwa Nabi Muhammad SAW itu manusia yang penuh
kasih sayang dan lemah lembut. Berkali-kali Jibril menawarkan diri untuk
menumpas orang-orang kafir yang melecehkan beliau. Akan tetapi Rosul menolaknya
dan justru mendoakan mereka agar mendapat hidayah. Kemudian, misalnya pada
peristiwa perang uhud dimana Allah telah mempersilahkan Rosul untuk membalas
orang yang membunuh Hamzah, paman Rosul, dengan balasan yang setimpal. Tapi
lagi-lagi Rosul justru memilih bersabar dan tidak membalas. Bahkan pada
peristiwa Fathu Makkah saat kemenangan telah berada di genggaman kaum
muslimin, Rosul dengan penuh kesatria justru melepaskan para tawanan perang. Beliau
justru dengan jantan memberi maaf para kuffar Makkah disaat kesempatan
membalas di depan mata. Dan itu menjadi strategi softpower yang pada
akhirnya para kuffar berbondong-bondong masuk Islam. Maka
bagaimana mungkin Islam sekarang ini dituduh sebagai agama teroris dan keras?
Demikianlah wujud tauladan nabi
Muhammad SAW sebagai rahmat bagi semesta alam. Maka bersamaan dengan moment
Maulid Nabi ini seyogyanya kita memperbaiki diri dan meniru tindak lampahnya.
Cukuplah Rosul sebagai inspirasi kita sehari-hari. Sejatinya ajaran-ajaran dan tauladan
beliau amatlah mudah dan ringan, hanya saja kita yang terlalu menyepelekan,
tidak istiqomah dan terkadang lupa. Mari kita perbanyak sholawat kepada beliau.
Dan alangkah indahnya jika sholawat itu tidak terhenti di mulut saja. Tetapi
terinternalisasi dalam perilaku sehari-hari. Semoga kita menjadi umat terbaik
yang mendapat pengakuan di hadapannya dan mendapat syafa’at darinya. Amin. Wallahu
A’lam.
Brakas, 24012013 di sela-sela liburan Semester Ganjil
bersamaan dengan lantunan-lantunan sholawat yang menggema.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar