Selamat Datang di Dunia olient_online

Selamat Datang di Dunia Mini olient_online

Selasa, 25 November 2014

Persiapkan Dirimu! (Menghafal al-Quran Part 1)


            Tidak dipungkiri lagi bahwa menghafal al-Quran adalah hal yang luar biasa. Kita dapat menemukan ribuan atau bahkan jutaan umat islam yang hafal al-Quran. Padahal, kitab ini tergolong besar dan surat-suratnya panjang. Kitab yang tersusun dalam 6.666 ayat, 114 surat, dan 30 juz menurut sebagian ulama ini sangatlah istimewa. Belum ada sebuah kitab – baik kitab samawi maupun yang bukan kitab samawi – di muka bumi ini yang dihafal oleh umat manusia sebagaimana mereka menghafal al-Quran.
            Lebih mencengangkan lagi, begitu banyak beragamnya tingkatan usia, suku dan bangsa dari kaum muslimin yang mampu menghafal al-Quran. Realita yang ada banyak dari anak-anak kecil di bawah usia sepuluh tahun, bahkan ada yang baru berumur tujuh tahun telah hafal al-Quran 30 juz. Inilah kenyataan yang terjadi. Padahal mereka tidak mengerti apa makna kalimat-kalimat yang mereka hafal itu.
            Kita juga sering melihat orang yang tidak dikaruniai nikmat penglihatan (buta), tetapi Allah swt karuniakan atasnya nikmat al-Quran. Meskipun mereka tidak dapat melihat kitab al-Quran, bahkan bentuk dan hurufnya pun mereka tidak mengetahui, tetapi Allah swt menganugerahkan nikmat menghafal al-Quran. Barangkali hafalan mereka lebih melekat dan lebih matang daripada orang-orang yang memiliki penglihatan sempurna.
            Lebih unik lagi, dapat kita jumpai kaum yang sama sekali tidak bisa berbicara dengan bahasa Arab, tetapi mereka mampu menghafal kitab yang berbahasa Arab ini. Bahkan mereka bisa membacanya secara tartil sebagaimana ia diturunkan, dengan bacaan yang bisa jadi lebih baik daripada bacaan orang-orang Arab sendiri, yang notabenenya berbicara bahasa Arab setiap hari.

Minggu, 05 Oktober 2014

Balada Mimpi Sang Nabi


Nabi Ibrahim AS terkejut mendapati mimpinya yang aneh. Mimpi yang tak seperti mimpi pada lazimnya. Betapa tidak. Sekian lama dia mendambakan buah hati yang ia sematkan di setiap munajatnya kepada Allah, “Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-Shaffat: 100). Kini, kala pita takdir tergores dalam ujud Ismail yang saleh, tiba-tiba Allah mendatanginya dalam mimpi untuk memintanya kembali. Anehnya lagi, Allah menghendaki agar Nabi Ibrahim AS menyembelih putra kesayangannya tersebut.

Selasa, 30 September 2014

Membaca Ulang “Asbab an-Nuzul” al-Wahidi


A.    PENGANTAR
Secara umum ayat-ayat al-Quran dapat kita kelompokkan dalam dua sub menu. Pertama ialah ayat-ayat yang diturunkan tanpa didasari sebab-sebab kejadian tertentu. Ia semata-mata sebagai petunjuk bagi manusia menuju kebenaran. Ini dapat kita temui di banyak ayat al-Quran. Kedua ialah ayat-ayat yang turun karena ada sebab-sebab kejadian tertentu yang melatarbelakanginya. Dan inilah yang akan menjadi kajian kita dalam makalah ini.
Sebab-sebab turunnya ayat al-Quran atau yang dalam istilah ilmu al-Quran dikenal dengan asbabun nuzul merupakan komponen penting dalam rangka memahami isi al-Quran. Betapa tidak? Tidak semua ayat al-Quran dapat kita pahami hanya setelah mengetahui arti katanya saja. Tidak menutup kemungkinan kita justru akan terjerumus pada kesalahan pemahaman jika mengabaikan asbabun nuzul-nya.
            Untuk itu, kajian asbabun nuzul kiranya menjadi sebuah keniscayaan guna memahami isi kandungan al-Quran. Pada realitanya, kajian ini telah dipelopori oleh banyak ulama terdahulu. Diantaranya ialah Maimun bin Mahrawan (w. 117 H) dengan Tafsil li Asbabit Tanzil, Ali bin al-Madini (w. 234 H) dengan Asbabun Nuzul, Abdurrahman bin Muhammad bin Isa bin Futhais (w. 402 H) dengan al-Qashash wal Asbab allaty Nazala min Ajallihal Quran.
Kemudian disiplin ilmu ini mengalami tumbuh kembang ketika al-Wahidi (w. 468 H) menelurkan karya Asbabu Nuzulil Quran, Abu al-Faraj ibn al-Jauzi (w. 597 H) dengan Asbabun Nuzul, al-Ja’bari (w. 732 H) dengan ‘Ajaibun Nuqul fi Asbabin Nuzul, Ibnu Hajar (w. 852 H) dengan al-Ajab fi Bayanil Asbab, al-Suyuthi (w. 911 H) dengan Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul, dan lain sebagainya.[1]

Minggu, 27 Juli 2014

Memaknai Idul Fitri dan Kemerdekaan RI



الله أكبر × 9، الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
الحمد لله الذي جعل اليوم عيدا من عوائد الإحسان، وفضلنا باستقلال بلادنا إندونيسيا مع تنوع الإمتنان، براءة من أغلال الهوى والأبدان. أشهد أن لا إله إلا الله الواحد المنان، وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله الداعي إلى دار الجنان، اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أولي العلم والعرفان، أما بعد
فيا أيها الإخوان! اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

Poro sederek jamaah sholat Idul Fitri Hafidzokumullah!
            Keparengo langkung rumiyen kulo wasiyat dateng awak kulo piyambak ugi panjenengan sami supados ningkataken kadar taqwa dateng Allah subhanahu wa taala, kanthi ninda’aken sedoyo perintahipun lan nebihi sedoyo laranganipun. Langkung-langkung taqwa meniko merupakan cita-cita tiyang ingkang nglampahi siyam ramadhan. Allah subhanahu wa ta’ala dawuh:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Selasa, 17 Juni 2014

Selamat Datang Puasa


Puasa yang dalam bahasa arab diterjemahkan dengan kata shiam atau shaum secara bahasa berarti menahan. Adapun secara istilah berarti menahan diri dari sesuatu yang dapat membatalkan puasa baik berbentuk syahwat farji (kelamin) atau syahwat bathni (perut), dengan niat tertentu, sepanjang hari mulai dari fajar hingga waktu maghrib, dan pada hari yang diperbolehkan untuk berpuasa. Karenanya, jika ada seorang muslim yang menjalan puasa pada hari yang tidak diperbolehkan, seperti hari raya, hari tasyriq, dan hari yang masih diragukan dengan tanpa ada sebab, maka puasa orang tersebut tidak diterima.

            Puasa telah lama dikenal oleh umat manusia. Namun, bukan berarti telah usang atau ketinggalan zaman. Karena, jika kita melihat pada abad kedua puluh ini masih ada orang yang menunaikannya dengan berbagai motif dan dorongan. Puasa dalam arti ‘mengendalikan dan menahan diri untuk tidak makan dan minum dalam waktu-waktu tertentu’ dilakukan antara lain dengan tujuan memelihara kesehatan atau merampingkan tubuh. Ada juga puasa yang bermotif mogok makan sebagai tanda protes atas perlakuan pihak lain. Ada juga puasa yang dilakukan sebagai tanda solidaritas atas malapetaka yang menimpa teman atau saudara, seperti yang terdapat di beberapa suku India yang hingga saat ini masih berlaku. Semua bertujuan untuk menahan diri. Bahkan kalau kita merujuk pada Sunnah Nabi saw, disana disebutkan bahwa puasa juga dapat meredakan gejolak syahwat.

Minggu, 18 Mei 2014

Al Quran sebagai Pedoman Hidup


إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ
أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
“Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS. Al Isra’: 9)
            Al Quran yang turun lima belas abad lalu kepada Nabi Muhammad saw, tidak sekedar menghimpun ayat-ayat yang tidak seorangpun mampu menandinginya. Lebih dari itu, ia juga memperkenalkan dirinya sebagai hudan li an-nas (petunjuk bagi seluruh umat manusia). Berbagai macam pokok persoalan mampu dijawab oleh makna-makna yang terkandung dalam Al Quran. Kitab yang dengan membacanya saja berbuahkan pahala ini, membawa misi sebagai pedoman hidup menuju kebahagiaan dan kesejahteraan yang nyata.
            Sebagai sebuah kitab atau buku pedoman hidup untuk kebahagian di dunia dan akhirat, Al-Quran secara prinsipnya lengkap dengan pelbagai cabang ilmu untuk memenuhi keperluan manusia. Apa saja yang kita cari pasti akan kita temui di dalamnya. Bukan hanya terbatas pada zaman ia diturunkan, tapi selalu relevan dengan perkembangan zaman, melintasi waktu berabad-abad lamanya. Ia menghimpun segala bidang ilmu, mulai dari akidah hingga kemasyarakatan dan aktifitas sehari-hari. Mulai dari perkara-perkara yang ada di langit tinggi hingga benda-benda yang ada di dasar bumi. Sekalipun terkadang Al Quran menyebutnya secara global.
            Sebut saja misalnya petunjuk makan, Al Quran membawakannya dengan sangat apik dan hati-hati. Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. (QS. 2:168). Al Quran menggaris bawahi makanan yang halal lagi baik. Sebab, makanan yang halal belum tentu baik, begitu sebaliknya. Sebagian dari ciri makanan halal ialah bersih, menyehatkan, dan tidak kadaluarsa. Sementara baik dimaksudkan dengan cara memperolehnya secara halal dan tidak mencuri. Jika ditelusuri lebih lanjut semua itu akan berdampak bagi kesehatan dan perilaku kita di masa mendatang. Demikian petunjuk Al Quran.
            Barangkali ada banyak buku petunjuk tentang ini dan tentang itu, versi ini dan itu. Akan tetapi semuanya belum terbukti dan teruji oleh perkembangan zaman dari waktu ke waktu. Berbeda dengan buku petunjuk Al Quran yang tidak akan pernah basi di makan waktu. Terlebih, buku petunjuk hidup ini bersumber dari Sang Pemilik hidup itu sendiri, Allah swt yang mengatur segala perihal kehidupan. Tentu saja terjamin kebenarannya dan tidak ada keraguan padanya. Kalau pada zaman Nabi saw dulu buku petunjuk tersebut turun ketika permasalahan datang, sekarang petunjuk itu telah ada sebelum permasalahan datang.
            Buku petunjuk ini sekalipun terbatas pada sekian ribu ayat, tetapi memancarkan makna yang demikian dalam dan tidak ada habisnya. Sehingga Abdullah Darraz, dalam Al-Naba’ Al-‘Azhim, menulis begini:
Apabila Anda membaca Al Quran, maknanya akan jelas di hadapan Anda. Tetapi bila Anda membacanya sekali lagi, akan Anda temukan pula makna-makna lain yang berbeda dengan makna-makna sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai-sampai Anda (dapat) menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam, semuanya benar atau mungkin benar. (Ayat-ayat Al Quran) bagaikan intan: setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil, jika Anda mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang Anda lihat.
            Al Quran, disamping misinya sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia, juga mampu menggetarkan hati serta memiliki daya tarik yang demikian luar biasa dari sisi bahasa. Menurut orientalis Gibb, “Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini, yang telah memainkan alat bernada nyaring yang demikian mampu dan berani, dan yang demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya seperti apa yang dibaca oleh Muhammad saw, yakni Al Quran.” Bahasanya yang demikian memesona, redaksinya yang demikian teliti, dan mutiara pesan-pesannya yang demikian agung, telah mengantar kalbu masyarakat yang ditemuinya berdecak kagum.
            Sekian ayat Al Quran yang terhampar pada 114 surat menjadikan banyak orang terkagum. Pakar tafsir kenamaan Indonesia, M. Quraish Shihab, menganalogikan sebagai rambu-rambu lalu lintas yang demikian indah. Sehingga yang seharusnya menjadi tanda yang menunjuk ke arah yang dituju tidak lagi menjadi tanda dan petunjuk jalan, tetapi membuat si pejalan malah terpaku dan terpukau di tempatnya. Kalam Ilahi yang merupakan ayat-ayat Allah, yang juga sangat memesonakan, itu mengakibatkan sebagian kita hanya berhenti dalam pesona bacaan ketika ia dilantunkan, seakan-akan kitab ini hanya diturunkan untuk dibaca.
            Memang, wahyu pertama adalah Iqra’ bismi Rabbik, bahkan kata Iqra’ diulanginya dua kali. Akan tetapi, kata ini bukan sekadar perintah membaca dalam pengertiannya yang sempit, melainkan juga mengandung makna “telitilah, dalamilah” karena dengan penelitian dan pendalaman itu manusia dapat meraih sebanyak mungkin kebahagiaan. Demikian tulis M. Quraish Shihab dalam buku Secercah Cahaya Ilahi.
            Semoga kita mampu menjadikan Al Quran sebagai ruh dalam menjalani segala aktifitas sehari-hari. Menyatu dalam gerak langkah, denyut nadi, dan ucapan yang keluar dari mulut kita. Membumi dalam hati, akal, pikiran, jiwa, perasaan, dan perilaku, bahkan seluruh totalitas kita sehari-hari. Menjadi pijakan yang pasti kebenarannya dan menunjukkan jalan kesejahteraan, ketenteraman, kebahagiaan, dan keselamatan dunia dan akhirat. Amin.