Selamat Datang di Dunia olient_online

Selamat Datang di Dunia Mini olient_online

Kamis, 31 Januari 2013

Memulai Dengan Kerangka Tulisan (Sebuah Auto Kritik)


Pagi ini udara dingin sekali. Seperti biasa aktifitas pagi kusambut dengan muroja’ah hafalan Qur’anku. Namun entah mengapa pagi ini mood tak kunjung aku temui. Muroja’ah tersendat-sendat bak memulai hafalan baru. Kalau sudah begini mau dipaksa bagaimanapun akan sulit untuk mengingat hafalan-hafalan itu. Maka setelah menyelesaikan satu juz setengah aku putuskan untuk break dulu dari muroja’ah.
            Sementara jam dinding baru bergerak di angka enam tepat. Kucari-cari aktifitas lain sebagai pengganti. Mau makan juga masih terlalu dini. Kubuka netbook bututku. Netbook ala kadarnya teman hari-hariku. Mataku mengarah pada folder karya. Kubuka satu per satu. Folder artikel terdapat enam file menghuni daftar tunggu. Kemudian folder yang lain menggantung tiga cerpen yang tak kunjung purna. Sementara folder novelet dari dulu hanya baru dua judul. Masih belum jelas kapan yang lain akan menyusul.
            Hanya senyum datar sembari menggeleng-gelengkan kepala yang tampak dari ekspresiku. “ada apa dengan tulisanku?” benakku membatin. Bagaimana mau jadi penulis kalau begini-begini terus. Ini akunya yang malas atau kesibukan lain yang tidak bisa kutinggalkan? Atau ada faktor-faktor lain?
            Ku evaluasi satu per satu. Tulisan demi tulisan. Ada yang setengah jadi. Ada yang baru dua paragraf. Bahkan ada yang hanya baru judul. Kucoba untuk melanjutkan salah satu tulisanku. Tapi nggak bisa. Pikiran buntu. Wah, ini ada yang nggak beres dengan diriku. Atau ada yang nggak beres dengan yang aku tulis. Atau ada yang lain yang nggak beres?

Kamis, 24 Januari 2013

Meneladani Risalah Rahmatan Lil Alamin


            Peringatan maulid nabi dari tahun ke tahun selalu disambut dengan hingar bingar lantunan sholawat. Di akar rumput nuansa itu malah lebih nyaring lagi. Hal ini tidak lepas dari warisan dan peran para penyebar Islam di bumi pertiwi semisal Wali Songo. Juga mayoritas umat di pedesaan yang kebanyakan pengikut ormas Nahdlatul Ulama’. Siang dan malam ujung corong pengeras suara bersahut-sahutan. Surau dan masjid tak pernah sepi dari bacaan al barzanji, simtut duror, ad diba’i dan lain-lain. Semuanya bercerita tentang kisah dan pribadi agung Nabi Muhammad SAW, sang penyebar rahmat, pemberi syafa’at bagi umat.
            Di sisi yang berbeda, ada pula mereka yang memperdebatkan status hukum Islam tentang penyambutan Maulid Nabi seperti di atas. Ada yang mengharamkan, ada yang membolehkan dan ada pula yang berpendapat bahwa itu tidak disyari’atkan. Mereka yang mengharamkan berpegangan bahwa ritual semisal membaca al barzanji merupakan bid’ah yang mana tidak ada dalil yang memerintahkannya. Maka setiap bid’ah adalah sesat dan diharamkan. Sedangkan mereka yang membolehkan berpendapat bahwa itu merupakan bid’ah hasanah. Maka akan mendapat pahala bagi mereka yang menjalankannya.
            Penulis tidak akan menyentuh konteks perdebatan tersebut. Apapun itu, yang jelas dan gamblang dalam hadis Nabi ialah, ‘Allah akan membalas orang yang bersholawat kepada Nabi dengan sepuluh sholawat dan akan menjadikannya penduduk surga’. Berangkat dari situ, mari kita perbanyak bacaan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana Allah dan para malaikat juga bersholawat kepadanya. Semoga dengan itu kita mendapatkan syafa’at dari beliau dan diakui sebagai umatnya.
            Kiranya ada yang lebih penting dari itu semua. Peringatan maulid Nabi yang bergulir setiap tahun seyogyanya tidak hanya disambut dengan ritual dan bacaan sholawat belaka. Tetapi dibarengi minimal keinginan di sanubari setiap umat untuk meniru akhlak dan tingkah laku baginda Nabi sedikit demi sedikit. Tentu tidak harus sesempurna mungkin. Paling tidak kita ejawentahkan gaya hidup Nabi dalam kehidupan sehari-hari dari mulai hal yang paling sederhana.

Jumat, 11 Januari 2013

Menejemen Problem


            Dalam dinamika hidup sehari-hari, tentu kita tidak akan pernah bisa luput dari yang namanya masalah. Logikanya, semakin bertambah usia kita, semakin banyak dan beragam pula masalah yang mendera. Ketika masalah itu semakin banyak, maka semakin tangguh kita dalam menghadapinya.
            Hidup ibarat berselancar di laut samudera nan luas. Sementara problem atau masalah ibarat ombak. Tergantung kita mampu manaklukkannya atau justru digulung oleh kedahsyatannya? Masalah merupakan keniscayaan yang tak terbantah bagi setiap insan. Tak peduli orang baik atau buruk, beriman atau tidak. Jangan pernah berpikir ketika kita telah sungguh-sungguh beriman dan bertaqwa kepada-Nya serta berbuat baik kepada sesama maka akan dijauhkan dari ujian dan masalah. Allah Swt. telah mewanti-wanti dalam salah satu firman-Nya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut : 2). Kemudian apa tujuan dari itu? “(Dia) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al-Mulk : 2).
            Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus siap berjuang menghadapi masalah. Karena sebagaimana kata orang bijak, hidup ini masalah, maka orang yang merasa tak punya masalah, patut dicurigai bahwa orang itu bermasalah. Tanpa masalah masa depan tak akan cerah. Tanpa masalah hidup tak akan indah. Hanya orang-orang bijak dan sabar yang mampu mengarunginya. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqoroh : 155).
Orang-orang yang cerdas dan bijak akan menghadapi suatu masalah dengan lapang dada dan penuh penghayatan. Masalah dijadikan sebagai tantangan dan rintangan yang kelak menjadikannya semakin kuat dan tahan banting. Maka lihatlah kehidupan mereka yang indah dan menyenangkan. Karena, masalah dihadapinya dengan jantan dengan mendayagunakan logika akal dan tuntunan agama. Masalah besar mereka sederhanakan, sementara masalah kecil mereka tiadakan.

Selasa, 01 Januari 2013

Sebuah Perayaan Semu


            Dimana-mana tempat wisata dan alun-alun selalu menjadi primadona kala tahun baru menjelang. Semua orang berbondong-bondong meninggalkan aktivitasnya masing-masing. Meletakkan urusan-urusan yang meski mendesak. Mengorbankan tidur malam dan mimpi-mimpi indah yang hendak diraih kemudian hari. Tak tua, tak muda, terlebih remaja. Tak peduli dampak yang menyeruak esok hari. Meluapkan kegembiraan yang entah apa. Merayakan “Tahun Baru” yang gegap gempita, katanya.
            Semua tempat berhias diri. Jauh-jauh hari merancang berbagai arena. Menawarkan bermacam jajakan semewah-mewahnya. Mulai dari pagelaran, pertunjukan, sulap, hingga atraksi. Berlomba-lomba mendatangkan artis dan seniman ibukota. Tak peduli biaya yang dikeluarkan berapa. Yang penting tahun baru semarak dan gegap gempita, katanya.
            Kalau sudah demikian, semua pihak saling mencari keuntungan. Para sponsor bertebaran memberikan kontribusi dan menuntut kompensasi tentunya. Pihak seniman dan artis-artis menaikkan tarif setinggi-tingginya. Seakan tak mau ketinggalan, pedagang asongan ikut berjejal-jejalan, sekedar menawarkan terompet, air minum dan petasan. Sementara para pencuri dan pencopet berkeliaran memanfaatkan kesempatan dalam keramaian. Semua berkelindan hingga esok hari.
            Lalu apa akibatnya? Sudah pasti kemacetan memenuhi jalanan. Sampah-sampah menumpuk berserakan. Tindak pencurian dan pidana merajalela. Suasana gaduh dan tak terkendali. Aktifitas esok hari terbengkalai karena semua orang kelelahan setelah begadang semalaman. Semua orang terlupa dari memikirkan masa depan mereka.