Selamat Datang di Dunia olient_online

Selamat Datang di Dunia Mini olient_online

Jumat, 20 November 2009

Islam Multiopsi

            Terminologi Islam diartikan sebagai agama samawi yang diturunkan Allah kepada utusan-Nya Nabi terakhir Muhammad SAW, yang kemudian disampaikan kepada umat manusia. Islam menjadi agama paripurna dari segala agama di muka bumi ini, sebagaimana termaktub dalam kitab-Nya yang berarti, "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhoi Islam jadi agama bagimu". (Q.S. Al-Ma'idah : 3).
          Kendati Islam merupakan agama paripurna dan telah mengatur segala kaifiyyah dan bentuk pengamalan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, bukan berarti tidak menutup adanya perbedaan di dalamnya. Sebagaimana Indonesia yang beragam suku dan bahasa, Islam juga menawarkan versi yang berbeda-beda tanpa harus menafikan rasa persaudaraan antarsesama. Memasuki gerbang Islam di era modern seperti sekarang laksana memasuki warung makan. Sejenak masuk, menu-menu makanan yang beragam pun segera ditawarkan. Ada porsi yang tersaji dengan lezat, indah dan rapi, tapi proteinnya tak seberapa. Ada pula sajian yang instan tapi syarat dengan kandungan. Ada yang rumit, ada yang rasanya pahit dan lain sebagainya. Semua itu bertujuan sama, untuk mengisi perut yang lapar dan memberikan asupan gizi bagi tubuh.
            Tak ubahnya Islam juga demikian. Seiring dengan terus berputarnya laju waktu dari masa ke masa menjauhi waktu lahirnya Islam itu sendiri, agama ini berkembang luas dan dinamis. Segaris dengan itu Islam hadir dengan multiopsi versi-versi kelompok yang berbeda-beda dalam hal pengamalan ajaran Islam. Dengan tendensi yang kuat, kelompok-kelompok ini makin berkembang di lingkungannya. Sebut saja Gus Dur, dengan gaya keislaman yang akomodatif dan kadang terkesan kontroversial. Meski demikian tak sedikit umat yang mengikuti jejak fahamnya. Ada pula kelompok yang lebih ekstrim dan memilih bertiarap, tapi ketika kemaksiatan merajalela mereka gencar memberantas di garda paling depan tanpa ada kompromi, seperti Front Pembela Islam (FPI). Kemudian ada pula Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan gaya keislaman yang elastis dan kritis. Lalu Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan lain sebagainya dengan gaya yang berbeda-beda.
            Jika menelisik rekam jejak Islam dalam melegitimasi ajarannya dalam syari'at, sejatinya ikhtilaf atau perbedaan telah dikenal sejak zaman sahabat. Pada awalnya, ketetapan syari'at memang berdiri tegak di pundak Rasulullah. Karena ketika itu tidak ada seorang pun yang memiliki otoritas untuk menghukumi suatu persoalan kecuali Beliau. Rosul sendiri berpedoman pada 2 referensi, Wahyu Ilahi dan Ijtihad Rasul. Maka ketika suatu problem keislaman muncul, Rasul akan merujuk pada wahyu yang diturunkan Allah. Akan tetapi kala wahyu tersebut tak juga turun, Rosul akan menggunakan otoritasnya untuk berjihad. Oleh karenanya, pada periode Rosul ini tak pernah terjadi perbedaan, semua merujuk pada sumber yang satu, yaitu Rosulullah.
           Sepeninggal Rosulullah SAW Islam semakin berkembang luas, sementara tokoh-tokoh pun bertambah dan permasalahan semakin beragam. Dalam keadaan yang demikian itu perbedaan pemikiran mulai muncul di tengah-tengah para sahabat Nabi. Pemahaman akan konteks dari nas-nash Al-Qur'an dan Al-Hadits antara satu sahabat dengan yang lain berselisih pemikiran dan sudut pandang. Selain itu kapabilitas dan daya ingat materi Hadits antarsahabat tidak setara. Bisa jadi koleksi Hadits yang dimiliki salah seorang sahabat ada yang tidak dimiliki sahabat lain, begitu juga sebaliknya. Kemudian nash-nash yang telah ada belum tentu relevan dengan realitas sosial di masa sahabat. Berangkat dari situ, maka sangat logis bila terjadi perbedaan diantaranya. Biarpun begitu, dalam pengambilan sumber landasan hukum dan tata caranya mereka tetaplah seirama, yaitu Al-Qur'an, Al-Hadits dan Ijtihad. Artinya, para sahabat hanya berselisih pada masalah furu' dan tidak sampai pada ushul.
           Akan tetapi ketika kejayaan Islam telah merambah pada generasi Tabi'in perbedaan pemikiran semakin luas dan kompleks. Perbedaan-perbedaan ini telah menyentuh pada prinsip-prinsip penetapan hukum dan garis-garis besarnya. Sebagai contoh perbedaan dalam meneliti keotentikan sumber Hadits maupun ijtihad sahabat nabi. Kemudian pula mengenai orientasi penetapan syari'at. Juga prinsip-prinsip dan kaidah bahasa yang digunakan untuk memahami nash. Implikasinya, pada periode ini lahir madzhab-madzhab. Meski demikian, kemungkinan-kemungkinan silang pendapat yang meluas dan berkelanjutan di masa mendatang justru terbatasi di masa ini. Sebab pada generasi ini spirit dan gerakan keilmuan menggeliat. Di mulai dengan hadits-hadits yang sebelumnya tercecer dan dipertanyakan validitasnya, kemudian diverifikasi oleh tokoh-tokoh yang kapabel dan dikodifikasi sedemikian rupa. Selain itu, karangan-karangan buku ushul fiqh juga mulai bermunculan. Hingga pada akhirnya di masa ini lahir madzhab-madzhab yang sah dan menjadi panutan serta pegangan bagi umat Islam hingga hari ini. Madzhab-madzhab tersebut adalah Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan Syafi'iyah. Sejak saat itu pintu madzhab tertutup dan perbedaan pemikiran terbatasi. Sedangkan kita umat Islam diharuskan merujuk kepada salah satu dari empat madzhab tersebut.
            Pada hakikatnya perbedaan ialah rahmat. Adanya perbedaan mengindikasikan aktif dan hidupnya nalar pikir umat Islam. Semua itu merupakan konsekuensi logis atas kepemilikan akal sehat yang dianugerahkan Allah kepada masing-masing pribadi. Hadirnya keempat madzhab di atas tidak lantas mengurangi keotentikan agama Islam saat ini. Sebab semua itu telah melalui sanad dan pengajaran yang shahih, serta komunikasi psikologis kepada sang Nabi Muhammad SAW.
            Yang perlu digarisbawahi dari fenomena ini adalah masing-masing penganut madzhab jangan sampai memvonis ketidakbenaran madzhab lain. Maka dengan perbedaan ini sudah selayaknya kita memposisikan sama antara keempat madzhab, serta memupuk rasa egaliter pada diri kita. Bahwa kemudian belakangan ini muncul propaganda yang terbungkus dalam aliran-aliran sesat semacam Ahmadiyah, Al Qiyadah Al Islamiyah, Ilmu Kalam Santriloka, Sabda Kusuma, bagaimanakah penilaian kita seharusnya?
           Sudah barang tentu menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk meluruskan ajaran-ajaran mereka kepada main stream yang sesungguhnya, tentunya dengan lemah lembut dan mauidhoh hasanah. Maka melihat yang demikian ini, sudah sepatutnya bagi kita untuk lebih mendalami agama Islam dengan sungguh dan seyakin-yakinnya, agar di kemudian hari kita tidak terombang-ambing pada arus-arus pemikiran yang dewasa ini sudah sangat bebas hingga pada akhirnya kita menjadi pribadi yang ragu dan tidak konsisten.
            Islam adalah agama mulia. Agama yang lembut dan penuh kedamaian. Agama yang universal dan toleran. Agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Maka "Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya" (Q.S. Ali Imron : 19)
             Wallahu A'lam…..

Tidak ada komentar :