Selamat Datang di Dunia olient_online

Selamat Datang di Dunia Mini olient_online

Jumat, 07 April 2017

Mempersiapkan Kematian


Kematian merupakan keniscayaan bagi setiap yang berjiwa. Demikian adanya Al Quran mengabarkan tentang kematian.
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)
Ayat senada juga termaktub dalam surat Al Anbiya’ dan Al Ankabut:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan(yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiya’: 35)
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. 29:57)
Oleh para mufassir ayat di atas dimaknai sebagai sebuah kabar yang mencakup atas semua makhluk bahwa setiap mereka pasti merasakan kematian. Jika ditinjau dari pendekatan ilmu nahwu, kata “Kullu Nafs” pada ayat di atas berbentuk isim nakiroh yang berarti umum. Itu artinya semua makhluk baik manusia, jin, malaikat, dan lainnya akan merasakan kematian tanpa terkecuali. Hanya satu yang tidak akan mengalami kematian, yaitu Allah Swt. Sedangkan semua makhluk hidup semuanya akan binasa, sebagaimana dunia yang kelak akan musnah. Semuanya akan kembali kepada-Nya dan dimintai pertanggung jawaban.
Disadari atau tidak kematian menjadi salah satu fenomena kehidupan yang sering kita temui di sekitar kita. Sejak dahulu hingga sekarang seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kematian tetaplah menjadi misteri yang akan selamanya sulit untuk dipahami apalagi dihindari. Kemampuan manusia tidak akan dapat mengetahui kapan seseorang menemui ajalnya. Allah Swt hanya memberikan tanda-tanda seperti memutihnya rambut, melemahnya fisik, dan bungkuknya badan. Semaju apapun ilmu pengetahuan dan secanggih apapun teknologi modern tidak akan mampu menyibak misteri dibalik kematian. Selamanya yang namanya ajal kematian akan menjadi rahasia Allah Swt dan merupakan takdir yang tidak bisa dipercepat ataupun ditangguhkan. Allah berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذا جاءَ أَجَلُهُمْ لا يَسْتَأْخِرُونَ ساعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. AL A’rof: 34)
Namun yang perlu diketahui bahwa kematian bukan akhir dari segalanya, tapi hanyalah pintu untuk masuk ke alam kehidupan selanjutnya. Sebuah kehidupan abadi dimana manusia tak lagi punya hak memilih jenis kehidupan yang akan ia jalani seperti saat di dunia. Di alam akhirat, ia hanya bisa menerima keputusan Sang Pengadil: hidup dalam nikmat selamanya atau sengsara selamanya.
Pintu tersebut bernama sakaratul maut, di mana siapapun akan merasakan kesakitan ketika melewatinya. Pintu itu menjadi penentu nasib bagi mereka. Jika ia mampu melaluinya dengan baik, maka kenikmatan abadi siap menyambutnya. Namun bila sebaliknya, maka azab pedih akan senantiasa menjadi temannya sejak di alam kubur. Karenanya, dapat dipahami jika sebagian orang teramat takut dengan kematian.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa kematian hanyalah pintu dan bukan menjadi akhir dari segalanya. Dari itu, seyogyanya kita tidak merisaukan dan merasa takut dengan datangnya kematian. Justru yang perlu menjadi catatan ialah bekal apa yang akan kita bawa ketika melewati pintu tersebut? Sudahkah cukup untuk menjadi penghidup bagi kehidupan selanjutnya? Apakah amal baik kita akan menghapus catatan buruk? Ataukah amal buruk kita justru mengotori catatan baik?
Allah Swt dalam salah satu ayat menginformasikan tentang wasiat Nabi Ya’qub as kepada anak-anaknya:
وَوَصَّى بِهَآإِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبَ يَابَنِيَّ إِنَّ اللهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub. (Ibrahim berkata):”Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al Baqarah: 132)
Maka dari sini, hendaknya setiap saat kita mempertebal keimanan serta ketakwaan kita agar keislaman yang kita peluk selalu melekat dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga jika sewaktu-waktu kematian datang, semoga kita melewatinya dalam keadaan Islam dan husnul khatimah. Maka hal yang perlu kita lakukan ialah mengevaluasi segala amal setiap hari. Untuk itu, Rasulullah Saw berpesan agar kita senantiasa mengingat akhirat atau kematian. Karena dengan mengingat kematian kita akan mengerti akan makna kehidupan.
Kecenderungan yang ada dewasa ini, manusia makin giat mengumpulkan harta. Mareka berlomba-lomba mengais kekayaan dan bermewah-mewahan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kekayaan. Akan tetapi jika itu mengalihkan kita pada kecenderungan cinta dunia, maka perhatian terhadap kehidupan akhirat sedikit demi sedikit terlupakan. Di sisi lain, manusia teramat takut dengan kematian. Mati yang mau tidak mau akan menghampiri seolah menjadi sesuatu yang menakutkan. Entah karena merasa belum cukup bekal atau belum ada kesadaran untuk menerima datangnya kematian. Kecenderungan ini telah diprediksi jauh-jauh hari oleh Rasulullah Saw. bahwa kelak umat Islam akan sangat rapuh dan mudah diperdaya. Beliau bersabda:
“Hampir-hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk.” Seorang laki-laki berkata, “Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?” beliau menjawab: “Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut kepada kalian, dan akan menanamkan ke dalam hati kalian Al wahn.” Seseorang lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu Al wahn?” beliau menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud)
Komaruddin Hidayat dalam buku “Psikologi Kematian” mensinyalir keengganan manusia untuk menjemput kematiannya disebabkan, setidaknya dua hal. Pertama, manusia terlanjur dimanjakan dengan aneka kenikmatan duniawi yang telah dipeluknya erat-erat. Kedua, sifat kematian yang misterius. Kematian ditakuti karena manusia tidak tahu persis apa yang akan terjadi setelah kematian itu.
Kematian dengan demikian menjadi misteri kehidupan yang mendebarkan, bahkan menakutkan. Bagi kaum eksistensialis, kematian adalah suatu derita dan musuh bebuyutan yang terlalu tangguh untuk dikalahkan. Prestasi akal budi manusia yang telah melahirkan peradaban iptek super canggih tetap tidak akan pernah mampu menelusuri jejak malaikat maut. Anehnya, tidak sedikit manusia justru merasa enggan mati dan berusaha ekstra memperpanjang sisa hidupnya.
Dalam pandangan Komaruddin Hidayat, keyakinan dan ketidakyakinan manusia bahwa setiap saat kita bisa dijemput kematian memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seseorang. Begitu pula dengan keyakinan adanya kehidupan setelah kematian. Dengan harapan memperoleh kebahagiaan di akhirat, misalnya, maka raja-raja Mesir membangun Piramida dengan pucuknya runcing dan menjulang ke langit agar memudahkan perjalanan arwahnya menuju surga.
Islam secara tegas mengajarkan bahwa tiada seorang pun yang bisa menemani dan menolong perjalanan arwah kecuali akumulasi amal kebaikan kita sendiri. Kenikmatan dan gemerlap kehidupan duniawi hanyalah sementara dan akan ditinggalkan. Tidak ada bekal yang berharga bagi kelanjutan perjalanan hidup manusia kecuali amal kebaikan yang telah terekam dalam catatan malaikat, yang nantinya akan memperoleh balasan di akhirat.
Pada akhirnya, kematian adalah keniscayaan yang harus kita persiapkan. Kemanapun kita menghindar kematian akan menghampiri ketika ajal telah tiba.
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِن عِندِ اللهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِندِكَ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِندِ اللهِ فَمَالِ هَؤُلآَءِ الْقَوْمِ لاَيَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika memperoleh kebaikan, mereka mengatakan:”Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:”Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun.” (QS. An Nisa’: 78)

Tidak ada komentar :