Ribuan
orang berbondong-bondong menuju gedung itu. Setelah menyelesaikan jama’ah
shalat Maghrib, seakan tak mau ketinggalan, dengan berbekal sebuah buku catatan
kecil aku bergegas mempercepat langkah. Karena luas gedung yang terbatas maka
jama’ah pun mengular di jalanan. Aku berjejal-jejal mencari posisi agak depan.
Sejenak kemudian kami para jama’ah berdiri memberi sambutan seraya melantunkan
bait-bait “thola’al badru”. Seremonial itu berhenti ketika seseorang memasuki ruangan
dan duduk paling depan menghadap kami.
Penuh wibawa beliau mengucap
salam. Dengan sorot wajah yang teduh kemudian mengumandangkan tilawah beberapa
ayat Al-Qur’an. Ujud dan umur yang telah renta menjadikan nafasnya tak kuat
lagi melengkingkan suara panjang. Tapi tak mengurangi kefasihan dan kekhidmatan
kami yang mendengarkan. Tilawah kini usai. Dilanjutkan pembacaan doa yang
kuketahui di kemudian hari adalah “hizbun nashr”. Kami membaca
bersama-sama dengan dipimpin oleh beliau. Pembacaan selesai dan dilanjutkan
dengan pengajian inti.