Nama kitab : al-Sunan al-Kubro
Penulis : Abu Bakar Ahmad al-Baihaqi
Ukuran : 17,5 x 24,5 cm
Jumlah Jilid : 11
Penulis : Abu Bakar Ahmad al-Baihaqi
Ukuran : 17,5 x 24,5 cm
Jumlah Jilid : 11
- Pengantar
Hadis
ialah perkataan,
perbuatan, ketetapan, dan sifat yang disandarkan kepada
Rasulullah Saw.[1]
Ia menjadi sumber kedua dalam penetapan hukum-hukum
Islam setelah al-Quran. Hadis yang juga memiliki fungsi sebagai penjelas
al-Quran[2]
itu, sampai kepada kita melalui dinamika panjang sejarah yang tidak dapat kita
kesampingkan. Rekam jejak Rasul tersebut kini dapat kita nikmati sajiannya
dalam berlembar-lembar jilid dengan kemasan yang berbeda-beda.
Jika kita tengok
ke belakang, khususnya di era dimana hadis itu lahir, maka dapat kita lihat dokumen-dokumen
hadis yang dijaga apik oleh para pecinta Nabi. Hadis yang datang bersamaan
dengan masa-masa turunnya al-Quran itu mula-mula hanya menempel dibalik ingatan
para sahabat. Ia belum dikenal dalam dunia literasi ketika itu. Berbeda dengan
al-Quran yang sedari awal telah ditulis di pelepah kurma, kulit-kulit unta, dan
media lainnya. Tentu bukan tanpa alasan. Sebab, Nabi Saw mengkhawatirkan jika
hadis ditulis maka akan tercampur dengan ayat-ayat al-Quran. Baru di era akhir
kenabian, setelah para sahabat dapat memilih dan membedakan mana yang hadis dan
mana al-Quran, mereka menulis hadis-hadis yang mereka ketahui.[3]
Di tangan para
sahabat pasca wafatnya Nabi Saw, hadis belum terkodifikasikan dalam arti
sebagai sebuah buku kumpulan. Ketika itu, hadis terpisah-pisah dalam
lembar-lembar para sahabat yang berbeda. Geliat untuk membukukannya belumlah
kentara. Sempat ada inisiatif untuk mengkodifikasikannya di masa kepemimpinan
Umar bin al-Khattab Ra, namun upaya itu ditangguhkan. Keadaan itu berlangsung
hingga penghujung akhir abad pertama.[4]
Di abad kedua,
dimana masa kekhalifahan dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz, kodifikasi hadis
dimulai. Ini berawal dari instruksi khalifah yang resah atas banyaknya para
penghafal hadis yang wafat. Sementara geliat ijtihad di kalangan para ulama
menggelora. Maka dalam keadaan tersebut upaya pembukuan hadis pun digalakkan. Bersamaan
dengan karya-karya ulama yang konsen di sisi per-sanad-an. Di abad ini
setidaknya terdapat lima karya populer dengan corak yang berbeda-beda.[5]
Sebut saja al-Muwattho’, Musnad al-Syafi’i, Mushonnaf Abd al-Razzaq,
Mushonnaf Syu’bah bin Hajjaj, dan Mushonnaf Sufyan bin Uyainah.[6]
Memasuki abad
ketiga gerakan pembukuan hadis semakin masif dengan munculnya kitab-kitab
seperti Shohih Bukhori, Shohih Muslim, dan kitab-kitab Sunan, Musnad,
Mushonnaf lainnya. Memasuki abad keempat karya-karya hadis semakin beragam.
Ulama-ulama populer seperti al-Thabrani, al-Daruquthni, Ibnu Hibban, Ibnu
Huzaimah, hadir dengan karya-karyanya.[7]
Di abad kelima
pembukuan hadis semakin menjamur. Sebagaimana metode penulisan yang juga
beragam. Salah satu ulama besar yang menelurkan buah penanya pada abad ini
ialah Imam al-Baihaqi melalui kitabnya, al-Sunan al-Kubro. Dalam istilah
perhadisan, kitab tersebut masuk dalam kategori Sunan. Yaitu kitab yang
tersusun berdasarkan bab-bab fikih. Jenis kitab yang satu ini memuat
hadis-hadis yang marfu’ (disandarkan kepada Nabi Saw), dan tidak
satu pun terdapat di sana hadis yang mauquf (disandarkan kepada Sahabat)
atau maqthu’ (disandarkan kepada Tabi’in). Sebab hadis Mauquf
dan Maqthu’ bukan termasuk sunnah.[8]
Merunut ke
generasi pendahulu, kitab Sunan sebenarnya telah ditulis banyak ulama
sebelum al-Baihaqi. Lalu, apa istemewanya kitab al-Sunan al-Kubro jika
melihat realitanya telah banyak ulama-ulama pendahulu yang menulisnya? Terlebih
hadis yang dicantumkan kebanyakan sama. Berikut akan kami ulas tentang kitab al-Sunan
al-Kubro karya al-Baihaqi.